Di tengah pandemi, pasien kanker harus menjalani jalur perjuangan yang lebih berat. Seiring risiko terinfeksi, pasien kanker anak yang terkena COVID-19 harus menunda prosedur pengobatan.
Kepala Staf Medis Fungsional Anak dan Kepala Bidang Medis RS Kanker Dharmais dr Haridini Intan S. Mahdi, Sp. A(K) menjelaskan, kasus kanker pada anak di Indonesia ikut meningkat seiring pandemi COVID-19 yang merebak dalam waktu hampir satu tahun ini.
Kondisi yang lebih sulit, beberapa pasien kanker anak harus menunda kemoterapi karena terdeteksi positif COVID-19. Terlebih memasuki 2 bulan pertama di 2021, dr Intan sebutkan, kasus COVID-19 pada anak-anak pasien kanker meningkat.
"Kita temukan 6 pasien dari kurang lebih kunjungan pasien lama dan baru, 6 pasien positif COVID-19 (di 2020). Hanya saja dari Desember 2020 - Januari 2021 sudah kurang lebih 4 pasien. Itu hitungannya lebih banyak, karena baru 2 bulan," terangnya dalam talkshow "Hari Kanker Anak Sedunia: Penanganan Kanker pada Anak di Era Pandemi", Senin (15/2/2021).
Ia menyebutkan, anak-anak pasien kanker diajarkan untuk menerapkan protokol kesehatan agar tercegah dari COVID-19. Pasalnya, pasien kanker yang terdeteksi positif COVID-19 berdasarkan skrining akan diwajibkan untuk menunda pengobatan kemoterapi.
"Anak dengan kanker sendiri saja sudah tidak boleh terinfeksi virus, bakteri, atau jamur. Sekarang COVID-19 itu virus, gejalanya berat. Otomatis kalau tidak ada gejala bisa suplemen saja. Kalau ada gejala, harus dirawat. Kemoterapi jadi harus ditunda," imbuh dr Intan.
Kini, pasien kanker anak yang akan menjalani kemoterapi harus melakukan skrining lebih dulu untuk memutuskan apakah kemoterapi boleh dilakukan.
Pada awal pandemi di Indonesia, hal ini menjadi tantangan lantaran pasien harus memiliki surat untuk bisa melakukan pengobatan di rumah sakit.
"Di awal pandemi, saat ada PSBB besar-besaran, memang kesulitan karena harus ada surat atau lembaran keterangan, baru mereka bisa menjalani pengobatan ke rumah sakit," ujar dr Intan pada detikcom.
https://kamumovie28.com/movies/el-camino-a-breaking-bad-movie/
Sah! WHO Setujui Penggunaan Vaksin Corona Oxford-AstraZeneca
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyetujui vaksin Corona AstraZeneca sebagai penggunaan darurat. Hal ini mendorong pemberian vaksinasi AstraZeneca diperluas di sejumlah negara berkembang.
"Kami sekarang memiliki semua bagian untuk distribusi cepat vaksin. Tapi kami masih perlu meningkatkan produksi," kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, direktur jenderal WHO, dalam jumpa pers, dikutip dari CNBC.
"Kami terus mengimbau para pengembang vaksin COVID-19 untuk menyerahkan berkas mereka ke WHO untuk ditinjau pada saat bersamaan mereka menyerahkannya ke regulator di negara-negara berpenghasilan tinggi," katanya.
Pernyataan WHO menyatakan telah menyetujui vaksin yang diproduksi oleh AstraZeneca-SKBio (Republik Korea) dan Serum Institute of India.
Sementara itu, WHO merekomendasikan pemberian dosis vaksin kedua AstraZeneca diberikan sekitar 8 hingga 12 minggu pasca divaksin pertama. Vaksin Corona AstraZeneca ini juga disebut WHO bisa digunakan pada negara-negara yang memiliki varian baru Corona Afrika Selatan.
Kajian WHO menunjukkan vaksin Corona AstraZeneca aman digunakan dan lebih banyak manfaat dibandingkan risikonya. Vaksin mereka juga dipuji karena lebih murah dan lebih mudah didistribusikan daripada beberapa vaksin Corona lainnya seperti Pfizer yang sudah lebih dulu diberikan izin daruratnya dari WHO Desember lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar