Senin, 11 Mei 2020

Pria di Korsel Tularkan Corona ke 50-an Orang Saat Dugem, Super Spreader?

Korea Selatan menutup lebih dari 2.100 klub malam di Seoul dan kota-kota di sekitarnya. Ini terkait penularan virus Corona COVID-19 ke 50-an pengunjung, oleh seorang pria 29 tahun yang diyakini sebagai super spreader.
Tak lama setelah negeri gingseng melonggarkan aturan social distancing, lonjakan kasus COVID-19 kembali terjadi. Salah satunya ditularkan oleh seorang pria pengunjung klub malam di Itaweon, pekan lalu.

Dalam semalam, pria ini mendatangi 5 klub malam. Diperkirakan ada sekitar 7.200 pengunjung lain yang mendatangi klub tersebut, dan dikhawatirkan terlibat kontak dengan pria tersebut.

"Kecerobohan bisa memicu ledakan infeksi," kata walikota Seoul, Park Won-soon.

Pada Minggu lalu, dilaporkan ada 34 kasus baru yang kemungkinan besar berhubungan dengan kluster yang sama. Menurut presiden Moon Jae-in hal ini membuktikan bahwa wabah, "belum berakhir sampai benar-benar berakhir."

Kasus Infeksi Corona Tembus 4 Juta, Pakar Khawatirkan Gelombang Kedua

Di seluruh dunia, lebih dari 4 juta orang telah dilaporkan terinfeksi virus Corona dan hampir 280.000 telah meninggal, setengahnya ada di Eropa, menurut perhitungan oleh Universitas Johns Hopkins.
Para ahli telah memperingatkan bahwa jumlah sebenarnya dari infeksi di seluruh dunia kemungkinan akan jauh lebih tinggi, dengan tingkat pengujian yang rendah di banyak negara.

Tembusnya kasus infeksi virus Corona di angka 4 juta membuat sebagian besar pakar khawatir mengenai adanya gelombang kedua. Pasalnya beberapa hari belakangan beberapa negara melonggarkan lockdown dan masyarakat mulai menjalani hari-hari seperti biasa.

Mengutip South China Morning Post, kelompok atau cluster baru virus Corona mulai muncul di beberapa negara yang melonggarkan pembatasannya. Pejabat kesehatan di seluruh dunia tengah mengawasi seberapa banyak tingkat infeksi meningkat dalam gelombang kedua saat negara melonggarkan lockdwon.

China melaporkan adanya 14 kasus baru, kenaikan terbanyak pertama dalam 10 hari belakangan. Bahkan di Wuhan terjadi kembali infeksi setelah satu bulan selesai lockdown.

Korea Selatan juga melaporkan 34 kasus baru yang terkait dengan cluster klub malam setelah pemerintah melonggarkan pembatasan sosial. Ini adalah pertama kalinya infeksi harian di Korea Selatan tembus 30 dalam waktu sebulan terakhir.

Vaksin untuk virus Corona sendiri sampai kini masih dalam tahap pengembangan. Pejabat WHO menyebutkan vaksin COVID-19 baru akan siap di akhir 2021 mendatang.

Studi Temukan Korelasi Kekurangan Vitamin D dan Kematian Akibat Corona

Sebuah studi baru telah menemukan hubungan antara kekurangan vitamin D dan tingginya angka infeksi COVID-19 yang berpengaruh pada tingkat kematian akibat virus Corona.
Dipimpin oleh Northwestern University, tim peneliti melakukan analisis statistik data dari rumah sakit dan klinik di seluruh China, Prancis, Jerman, Italia, Iran, Korea Selatan, Spanyol, Swiss, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.

Para peneliti mencatat bahwa pasien dari negara-negara dengan tingkat kematian COVID-19 yang tinggi, seperti Italia, Spanyol dan Inggris, memiliki tingkat vitamin D yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien di negara-negara yang tidak terkena dampak parah.

Italia dan Spanyol sama-sama mengalami tingkat kematian COVID-19 yang tinggi, dan studi baru menunjukkan bahwa kedua negara tersebut memiliki tingkat vitamin yang lebih rendah daripada kebanyakan negara Eropa utara. Ini karena orang-orang di Eropa selatan, terutama orang tua, menghindari sinar matahari.

Namun hasil penelitian ini tidak berarti bahwa setiap orang, terutama yang belum kekurangan, perlu menimbun suplemen vitamin D.

"Meski kami pikir penting bagi orang-orang untuk mengetahui bahwa kekurangan vitamin D berperan dalam kematian (virus Corona), kita tidak perlu mendoron (konsumsi) vitamin D bagi semua orang," kata Vadim Backman dari Northwestern yang memimpin penelitian, dikutip dari Science Daily.

Backman yang merupakan profesor teknik biomedis di McCormic School of Engineering Nothwestern dan timnya terinspirasi untuk memeriksa kadar vitamin D setelah mengetahui adanya tingkat kematian pasien COVID-19 yang tidak dapat dijelaskan dan berbeda dari satu negara ke negara lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar