Rabu, 17 Juni 2020

Alasan Trump Setop Tunjangan Rp 8,5 Juta ke Pengangguran

 Seiring dengan merebaknya virus Corona (COVID-19), Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berjanji memberikan tunjangan pengangguran kepada warganya sebanyak US$ 600 atau sekitar Rp 8,5 juta (kurs Rp 14.200/US$) per minggu. Namun pemberian tunjangan itu dijadwalkan berakhir pada 31 Juli 2020 mendatang sehingga 30 juta penerima manfaat akan kehilangan pemasukan.
Meski begitu, Trump akan menggantinya dengan kebijakan yang berbeda. Penggantian manfaat ditingkatkan dengan dibayarkan di atas manfaat tradisional tingkat negara bagian, dengan bonus uang tunai yang mendorong orang untuk bergabung kembali dalam angkatan kerja.

"Presiden sedang melihat langkah reformasi yang masih akan memberikan semacam bonus untuk kembali bekerja, tetapi itu tidak akan sebesar dan akan menciptakan insentif untuk bekerja," kata Direktur Dewan Ekonomi Nasional, Kudlow dilansir dari CNBC, Selasa (16/6/2020).

Sayangnya Kudlow tidak menguraikan secara spesifik bentuk dari bonus untuk kembali bekerja tersebut.

Berdasarkan proposal dari Senator Rob Portman, R-Ohio, tunjangan pengangguran akan diganti dengan cek mingguan US$ 600 dengan pembayaran sementara US$ 450 per minggu untuk mereka yang kembali bekerja. Penerima akan mendapatkan US$ 450 plus upah pekerjaan mereka.

Proposal lain, dari Rep. Kevin Brady, R-Texas, akan membiarkan pekerja yang menerima tawaran pekerjaan mempertahankan manfaat pengangguran senilai US$ 600 untuk 2 minggu.

Pihak Partai Demokrat, di sisi lain ingin memperpanjang tunjangan pengangguran yang ditingkatkan. Mereka mengesahkan undang-undang bantuan keuangan di DPR yang akan memperpanjang manfaat US$ 600 hingga awal tahun depan.

Beberapa anggota Demokrat juga mengusulkan secara bertahap mengurangi bantuan dengan mengikatnya ke metrik ekonomi seperti tingkat pengangguran negara. Dengan kata lain, tunjangan mingguan akan menurun karena tingkat pengangguran suatu negara turun.

Anggota parlemen kemungkinan akan berkompromi dan memperluas tunjangan pengangguran dalam beberapa bentuk setelah Juli agar warga AS tidak kehilangan pemasukan.

Vaksin Pertama COVID-19 Mungkin Tak Bisa Cegah Infeksi

Ilmuwan seluruh dunia saat ini bekerja keras dan berlomba menemukan vaksin COVID-19. Namun ketika nanti ada vaksin pertama yang digunakan untuk COVID-19, kemungkinan tidak akan mencegah infeksi dari penyakit ini.
Adalah Robin Shattock, seorang profesor dari Imperial College London yang memimpin pengembangan percobaan suntikan vaksin, yang mengatakan hal ini.

"Apakah untuk perlindungan terhadap infeksi? Apakah perlindungan terhadap penyakit? Atau perlindungan terhadap penyakit parah? Sangat mungkin vaksin itu hanya akan melindungi dari penyakit parah, tapi (vaksin) ini akan berguna," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg.

Saat berbagai negara usai melakukan lockdown, para pemimpinnya mencari cara pencegahan penyakit untuk bisa kembali ke kehidupan seperti sebelum pandemi.

Didukung miliaran dolar investasi pemerintah, vaksin dari sejumlah perusahaan mulai dari yang kecil seperti China CanSino Biologics Inc. hingga yang besar seperti Pfizer Inc. dan AstraZeneca Plc, saat ini sedang dalam pengembangan.

Di antara pengembangan tersebut semuanya bergerak cepat, bahkan telah sampai uji coba pada manusia. Pengujian pada manusia dilakukan setelah terlihat dampak positif untuk penyakit parah pada hewan, meski kurang efektif dalam hal mencegah infeksi.

"Vaksin perlu melindungi dari penyakit, tapi belum tentu mencegah infeksi," kata Dennis Burton, peneliti imunologi dan vaksin di Scripps Research di La Jolla, California, Amerika Serikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar