Pemungutan pajak untuk Netflix Cs akan mundur ke Agustus mendatang. Padahal sebelumnya, pungutan pajak ini akan dilakukan pada 1 Juli 2020.
Aturan penarikan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020 yang merupakan aturan turunan dari Perppu Nomor 1 Tahun 2020.
Bagaimana skemanya? Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan saat ini pemerintah akan menetapkan kriteria dan menunjuk pelaku usaha yang akan menjadi pemungut pajak elektronik pada Juli 2020.
"Secara prinsip kami melaksanakan PMK dan kita sedang membuat aturan main untuk menunjuk wajib pajak luar negeri. Harapan kami Juli besok ada pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) luar negeri yang bisa kita tunjuk untuk memungut PPN," kata Suryo.
Menurut dia setelah penetapan dan penunjukan baru pelaku usaha penyedia produk dan jasa elektronik bisa memungut pajak dan bisa dilakukan pada Agustus mendatang.
"Mulai Juli kami harap sudah mulai ada yang ditunjuk prosesnya. Sampai saat ini kami diskusi dengan para PMSE di luar negeri, mulai pungut, menyetor PPN yang dipungut atas transaksi barang dan jasa di luar pabean dan Agustus harapannya sudah bisa memungut," jelasnya.
Berdasarkan Pasal 4 PMK 48/2020 dijelaskan, pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektrik (PMSE) yang ditunjuk sebagai pemungut PPN adalah yang telah memenuhi kriteria nilai transaksi dengan pembeli barang dan/atau penerima jasa di Indonesia melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan.
Selain itu, kriteria lain yang juga bisa dipakai sebagai penentu pelaku usaha elektronik sebagai pemungut PPN adalah jumlah traffic atau pengakses melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan. Adapun nilai transaksi dan jumlah traffic nantinya akan ditetapkan oleh Ditjen Pajak.
Tak hanya Indonesia, negara-negara lain juga sedang merencanakan pemungutan pajak untuk penyelenggara jasa digital seperti Netflix, Zoom, sampai Spotify.
Kondisi Ini membuat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump marah karena rencana pungutan tersebut disebut mendiskriminasi perusahaan asal negeri Paman Sam tersebut. Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pungutan pajak ini berlaku untuk subjek pajak luar negeri.
"Subjek pajak luar negeri itu perusahaan yang selama ini tidak bisa kita minta untuk memungut PPN karena dia domisilinya di luar negeri, tetapi service-nya di sini contohnya Netflix," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Selasa (16/6/2020).
Dia mengungkapkan, layanan Netflix berada di Indonesia dan layanannya dinikmati oleh orang Indonesia yang menghasilkan nilai tambah atau value. Melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dengan PMK dan Perdirjen yang sudah disediakan saat ini, subjek pajak luar negeri bisa dipungut untuk disampaikan ke pemerintah Indonesia.
Sri Mulyani juga menjelaskan, PPN bukan subjek dari surat United States Trade Representative (USTR) yang menyoroti pajak penghasilan (PPh) yang menjadi subjek pembicaraan OECD. Dia mengatakan untuk penarikan PPN tidak ada dispute karena yang menikmati adalah yang bayar dan pembagian PPh yang belum diatur.
"Jadi kalau USTR menulis surat itu objek pembahasan nanti baik bilateral maupun bersama-sama, tentu untuk kepentingan bersama. Semua negara ingin aturannya sama untuk seluruh dunia," jelas Sri Mulyani.
"Jadi dalam soal ini kita akan kerja sama terus secara internasional. Semua negara ngadepin juga tapi selama ini kan kita pungut PPN nggak bisa dan sekarang orang pindah ke digital karena COVID," lanjutnya.
Sekadar informasi pemerintah memberlakukan aturan PPN 10% pada 1 Juli mendatang untuk produk digital. Hal ini karena sebelumnya perusahaan digital luar negeri membayar PPN sedangkan pemain dalam negeri telah menyetor PPN.
Sebelumnya Presiden Donald Trump menyatakan tak suka dengan kebijakan sejumlah negara untuk memungut pajak dari perusahaan asal AS yang membuka layanan di negara terkait.
Misalnya Facebook, Google, sampai Netflix. Pemerintah negara tersebut, termasuk Indonesia juga sedang membidik pajak dari penyelenggara layanan elektronik itu.
Namun Trump merasa gerah, pemungutan pajak dinilai sebagai diskriminasi dan ketidakadilan untuk perusahaan. Mengutip Reuters dalam keterangan Federal Register, USTR menyebutkan pemerintah AS akan menyelidiki rencana-rencana tersebut. Saat ini ada beberapa negara yang sedang mempertimbangkan pajak layanan digital.
Negara tersebut antara lain Austria, Brasil, Republik Ceko, Uni Eropa, India, Indonesia, Italia, Spanyol, Turki, dan Inggris. Perwakilan dagang AS mengaku telah mengajukan permohonan konsultasi dengan pemerintah negara tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar