Kamis, 17 September 2020

Disebut Meresahkan dan Bisa Dipidana, Ini Kata Peserta Balap Lari Liar

Fenomena balap lari liar di berbagai daerah tengah jadi perbincangan. Keberadaannya dinilai meresahkan dan mengganggu ketertiban karena diadakan di jalan raya dan memicu kerumunan.
Salah seorang peserta balap lari liar di Jakarta Selatan, sebut saja Mansur, tidak sependapat dengan berbagai tudingan tersebut. Ancaman denda dan sanksi pidana menurutnya berlebihan.

"Nggak masuk akal sebenarnya karena biasanya kita hanya pakai jalan raya ketika sudah sepi. Nggak ada kendaraan yang berlalu-lalang. Untuk menghindari ada yang cedera karena tertabrak kendaraan yang lewat," jelas Mansur, kepada detikcom, Rabu (16/9/2020).

Selain memilih jalanan yang sepi, Mansur menyebut balap lari liar biasanya juga diadakan tengah malam atau bahkan dini hari ketika sudah tidak banyak kendaraan melintas di jalanan.

Kenapa harus di jalan raya? Mansur menyebut, keterbatasan ruang olahraga yang bisa digunakan secara bebas menjadi salah satu alasannya. Ada banyak fasilitas olahraga, tetapi tidak semua orang dengan mudah bisa mengaksesnya.

Peserta balap lari lainnya, sebut saja Popay, berpendapat bahwa seharusnya pemerintah melihat balap lari ini sebagai potensi untuk dikembangkan. Misalnya dengan memberikan pelatihan secara intensif.

"Pemerintah bisa manfaatkan bakat bakat dari lomba lari ini. Bisa aja pemerintah atau Menteri Kesehatan menyeleksi salah satu dari pelari untuk selanjutnya dikirim ke olimpiade nanti," katanya.

Ngomong-nomong soal pembinaan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sempat meyanggupi untuk memfasilitasi lomba lari lengkap dengan tempat pelaksanaannya. Sebagaimana terjadi di wilayah lain, balao lari liar juga marak di Jawa Tengah. Tapi Ganjar memberikan syarat yakni semangatnya memang untuk olahraga dan tidak pakai kerumunan.

"Kalau mereka setuju, ketemu saya. Tak buatin lomba. Wis lomba mlayu malah jelas. Tak kei lapangan mlayuo sing banter le (saya kasih lapangan lari lah yang kencang nak)," ujar Ganjar.

Infeksi Corona Tak Selalu Disertai Gejala Awal Demam, Ini Kata Virolog

 Salah satu gejala COVID-19 yang paling sering dikeluhkan adalah demam. Tidak heran, jika sejak wabah Corona merebak, para petugas di beberapa tempat maupun fasilitas umum siap mengecek suhu tubuh seseorang sebagai antisipasi mendeteksi salah satu gejala umum COVID-19.
Namun, data baru menunjukkan sebagian pasien COVID-19 tidak mengalami gejala demam pada awal terpapar Corona. Hal ini diungkap pakar dari Australia.

Dikutip dari ABC news, virolog dari University of Sydney, Tim Newsome menduga, gejala demam tidak lagi umum ditemukan adalah pengetahuan baru terkait COVID-19. Namun, apakah ada hubungan dengan mutasi virus Corona, yang menyebabkan infeksi menjadi lebih ringan belum bisa dipastikan.

"Saya belum melihat bukti kuat bahwa virus bermutasi membuat infeksi menjadi lebih ringan, atau virus bahkan berbeda dari sebelumnya secara signifikan," kata Newsome.

Setidaknya hanya ada puluhan persen kasus Corona baru di Australia yang menunjukkan gejala demam. Sisanya lebih banyak mengeluh batuk, sakit tenggorokan, dan pilek.

Justru ketiga gejala COVID-19 tersebut saat ini menjadi gejala umum. "Batuk, sakit tenggorokan, dan pilek adalah gejala paling umum dari virus Corona yang kami lihat saat ini," beber seorang juru bicara Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Victoria, Australia.

"Sementara demam terjadi pada sekitar 20 persen pasien, orang tua juga cenderung lebih jarang mengalami demam," lanjutnya.
https://kamumovie28.com/spellbound/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar