Rabu, 18 Maret 2020

Sayonara Tax, Pajak Baru Buat Turis di Jepang Itu Untuk Apa Sih?

Jepang memberlakukan peraturan baru kepada turis, yakni Sayonara Tax. Nantinya, pajak khusus ini dipakai untuk mengembangkan pariwisata Jepang.

Mulai hari ini, Senin (7/1) tiap turis yang meninggalkan Jepang akan dikenakan pajak bernama Sayonara Tax. Pajaknya sebesar 1.000 Yen atau setara dengan Rp 132 ribu.

Lantas, untuk apa nanti Sayonara Tax itu?

Berdasarkan informasi dari Kementerian Pajak Jepang seperti dilihat detikTravel, Senin (7/1/2019) pajaknya dialokasikan untuk memajukan pariwisata Jepang. Totalnya, ada 3 poin.

Pertama, pajaknya akan digunakan untuk membuat destinasi wisata makin nyaman. Kedua, pajaknya akan digunakan untuk mengembangkan akses informasi pariwisata Jepang. Terakhir ketiga, pajaknya akan digunakan untuk mengembangkan destinasi alam dan budaya di tiap daerah di Jepang.

Diketahui, pihak maskapai diwajibkan memungut pajak tersebut pada tiap turis atau penumpang yang memakai jasanya yakni lewat tambahan biaya pada tiket pulang. Sedangkan bagi traveler yang liburan ke Jepang menggunakan jasa tur dari travel agent, dapat menyetorkan pajak tambahan tersebut pada penyedia jasa terkait.

Membangunkan Hiu Tidur di Pulau Komodo

Kepulauan Komodo tak hanya memiliki panorama yang indah. Alam bawah lautnya juga punya taman laut indah dengan hiu besar yang siap menemani kita bertualang.

Di kedalaman 10 meter, arus mengayun cukup keras. Badan saya terombak-ambing seperti beras dalam tampah. Dari kedalam, saya melihat pak Condro tanpa wetsuit ia turun, aduhai pria tua itu turun dengan indahnya. BCD atau seperangkat alat selam belum terpasang sempurna, ia dijijing mirip tas kresek pulang dari pasar. Sambil turun ke ke dalam ia benahi perlengkapan selamnya.

Condro, dive master asal Purwokerto yang sudah menyelam di perairan Komodo lebih dari 20 tahun mengajak saya menyelam di titik yang sangat mendebarkan. Namanya saja sudah membuat jiper para penyelam, Current City alias Kota Arus.

"Kita bangunkan hiu tidur dan kita panggil ikan Giant Trevally," katanya ringan.

Iming iming melihat hiu memang menjadi impian setiap penyelam. Ini langka hanya di beberapa titik penyelaman di Indonesia yang menjanjikan bertemu dengan hiu . Current City memang pas untuk namanya. Dari atas kapal sudah terlihat arus kencang berputar membuat pusaran mirip air jus mangga di blender.

"Kalau kita masuk situ dalam 3 detik kita bisa terlempar sampai 30 m. Ingat selalu cek bar kalian, bila tinggal 50 bar kita sudahi penyelaman kita," Kata pak condro sambil mengepal tangan.

Meski arus cukup kencang, Current City adalah surga kotanya ikan. Airnya sangat jernih. Koralnya seperti taman Eropa di musim semi, penuh warna sangat eksotis. Ribuan ikan jinak menyambut Anda, penyu dengan mudah Anda temukan di sini. Mereka sering terlihat sendiri meengais makanan dari koral mati.

Memanggil ikan Giant Trevally adalah kegilaan orang tua berumur 55 tahun ini . Ia membuka suplai oksigen di mulutnya lalu bersiul mecicit pelan di dalam air. Ini gila tak berapa lama, tak tahu dari mana muncul, seekor ikan sangat besar, sebesar meja makan bergerak maju ke arah kami.

Ini dia almighty Giant Trevally. Anda mungkin mengenalnya sebagai ikan Kuwe. Tapi ini jauh lebih besar dan bukan di meja makan tapi di kedalaman 18 meter. Bentuk padat berwarna silver. Kalau jantung saya tak saya pegangi mungkin sudah copot ketakutan. Saya tidak pernah melihat ikan sebesar ini, apalagi ini hidup dan hanya berjarak 2 meter di depan saya. Pak Condro hanya mengasih sinyal, tenang dan menikmati suasana. Hampir 2 menit ikan itu berputar, menjauh dan kembali lagi lalu pergi menghilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar