Rabu, 18 Maret 2020

Melihat Tradisi Unik di Kupang, Salam Tempel Hidung (2)

Yang mirip, mempelai sama-sama memakai baju pengantin dress anggun berwarna putih dan jas hitam. Ada pesta makannya di bawah tenda semua tetangga diajak beramai-ramai untuk menikmati hidangan pesta yang disediakan oleh tuan rumah Yang berbeda, pesta diadakan 12 jam. Wah, band-nya mungkin hanya terdiri dari 4 orang, tapi speakernya, wuah, tinggi besar, berjejer di dekat pelaminan sang mempelai. Lagu akan terus berputar dari acara mulai yaitu sekitar pukul 19.00 malam, sampai jam 07.00 WIT pagi, kalau pengantinnya kuat, kemarin sih teman saya hanya sampai 4 pagi. Langsung teler karena sudah kecapekan melakukan tarian adat sambil disawer dan melayani para tamu undangan. Percaya gak percaya, saat saya bangun pagi, speaker masih nyala, hebat nggak tuh?

Adat masuknya mempelai perempuan ke desa mempelai pria itu luar biasa banget. Kemarin pengalaman saya sih, saya dan beberapa keluarga dari mempelai perempuan, naik mobil truk sapi yang belakangnya tidak ada tempat duduk, hanya ruangan kosong dengan beberapa karung sebagai alas duduk, kemudian berangkat menuju desa mempelai pria. Wah, soal goncangannya jangan ditanya, tidak berbeda jauh dengan gempa 7 SR. Saya hanya bisa berpegang teguh sama iman saya kepada Tuhan, yang penting saya selamat, maklum, masih norak di desa orang. Kemudian saya mendengar bunyi knalpot beberapa motor yang sangat keras dan nyaring, yang menandakan kami sudah sampai.

Kedua mempelai diiring masuk oleh kerabat dari mempelai pria, dan mereka beramai-ramai mengerumuni kedua mempelai. Wuah, saya gak pernah melihat tradisi seunik, seramai dan seindah ini. Henge Do / Aur Panaf tetap dipraktikkan oleh kedua mempelai kepada para tamu undangan sepanjang acara. Saya salut sih, menjabat tangan ratusan orang saja pasti capek, apalagi melakukan Henge Do kepada para tamu undangan. Salut sama orang Kupang!

Setelah menyelesaikan tugas utama saya sebagai tukang fotografer, saya memiliki 1 hari senggang untuk menikmati Kupang. Saya menikmati jalan-jalan di siang hari di hutan. Wuah, saya seneng bukan kepalang. Hutannya bener - bener rindang, masih liar, asri, alam banget deh pokoknya. Mungkin karena kelamaan di kota, jadi pas ke hutan jadi norak yah. Setelah jalan - jalan di hutan sambil memakan sirsak yang enak dan manis tenan, saya di bawa ke kota untuk makan.

Wuah, ikan-ikan di Kupang tuh gede-gede dan seger! Harga menu ikan bakar, beserta nasi dan cabainya hanya Rp 70.000 untuk porsi 4 orang dewasa dan 1 anak kecil makan. Itu pun masih bisa dibawa pulang, karena masih banyak sisanya. Ya ampun, ikannya segar banget, nggak ada rasa amis-amisnya, lembut, murah banget lagi. Seneng banget!

Akhirnya, waktu saya pulang ke Jakarta tiba. Saya sepertinya merasakan ada kehampaan dalam diri, ada apa gerangan? Saat saya upload beberapa foto saya dan tag lokasi di Kupang, ada teman saya yang menanyakan kepada saya. Ke Kupang, kok nggak ada foto-foto pantainya sih? Nah itu dia kesalahan saya. Itulah mengapa hati saya gundah gulana, ternyata saya belum eksplor pantai yang ada di Kupang. Astaga, betapa cerobohnya saya. Kemudian saya googling pantai indah di NTT, muncullah Pantai Nemberala, yang bisa dijangkau lewat udara dari Kupang. Andaikan waktu bisa kembali lagi. Siapa suruh ke Kupang tanpa baca-baca dulu informasi travel. Dari pengalaman ini saya belajar, jika ingin merasakan wisata Indonesia yang sesungguhnya dan selengkapnya saya harus banyak-banyak cari informasi sana sini, biar jadi traveller yang cerdas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar