Rabu, 18 Maret 2020

Melihat Tradisi Unik di Kupang, Salam Tempel Hidung

 Setiap daerah di Indonesia punya tradisi pernikahan yang unik. Adalah kesempatan istimewa jika traveler bisa melihat tradisi pernikahan di Kupang, NTT. Ada salam saling menempelkan hidung yang khas.

Sejujurnya saya bukanlah orang yang suka bepergian ke pedalaman atau ke wilayah-wilayah yang jarang dikenal oleh orang banyak, jadi biasanya jika ada tawaran bepergian, tidak jauh - jauh dari Thailand dan Singapura. Namun perjalanan kali ini berbeda, saya diajak ke Kupang, NTT, oleh teman saya selama seminggu untuk mendokumentasikan acara pernikahan mereka.

Ketika saya sampai, saya terbingung-bingung siapa yang akan menjemput saya. Kemudian saya pun menelepon teman yang mengundang saya ke Kupang. Tidak lama kemudian, ada 2 anak umur belasan tahunyang menghampiri saya. Ini dia yang saya tunggu-tunggu. Jujur, ekspektasi saya ketika dijemput di bandara adalah dijemput dengan mobil karena saya membawa koper ukuran medium dan 1 tas punggung untuk membawa kamera saya. Ternyata saya dibawa ke tempat parkiran motor.

Jalanan ke arah desa teman saya yang bernama Son Rae dari bandara ternyata tidak sebentar, membutuhkan waktu sekitar 1-2 jam. Namun perjalanannya sungguh menakjubkan, dari jalanan raya, menuju rindangnya hutan, jalanan bebatuan yang meningkatkan denyut jantung saya, wuah saya tuh senang banget. Di Kupang udaranya masih bersih dan penduduknya ramah-ramah. Asal tahu saja, kalau naik motor, dan bertemu dengan tetangga atau orang yang kita hormati, ada baiknya kita klakson, untuk menyapa orang tersebut. Kalau di Jakarta sih, akan marah-marah kalau diklaksonin oleh pengendara motor. Beda lokasi, beda tradisi.

Sesampainya di Desa Son Rae, tentu saya senang, karena dapat melihat orang Kupang yang saya kenal, yah teman saya sendiri. Saya diperkenalkan kepada orang tua dari mempelai pria. Saya kaget. Saya dikasih Henge Do atau Aur Panaf. Wah, saya langsung malu, karena baru pertama kali saya mendapatkan hal itu. Henge Do atau Aur Panaf, adalah salam tradisi khas NTT yang memberikan salam dengan cara menempelkan hidung kepada sang penerima salam. Bisa bayangin betapa canggungnya saya ketika saya menerima salam itu dari orang yang belum saya kenal? Layaknya menerima kecupan dari orang yang saya belum kenal sama sekali, dan saya jadi malu. Teman saya menceritakan bahwa, memang salam Kupang ya seperti itu. Layaknya berjabat tangan di Jakarta.

Bagi saya pribadi cuaca di Kupang memang terik, namun karena di desa teman saya banyak pepohonan, jadi hawanya masih terasa sejuk. Apalagi banyak pohon kelapa di sekitar rumah teman saya, saking doyannya sama air kelapa, selama di Kupang saya lebih banyak minum air kelapa daripada air yang lainnya. Segarnya tuh sampai di dada. Setelah bermalam di sana, saya harus mempersiapkan segala peralatan saya untuk merekam semua momen indah pernikahan teman saya. Wah, saya pikir akan berbeda jauh dengan pernikahan di Jakarta, ada miripnya, ada tidaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar