Sabtu, 28 Maret 2020

Taman Bunga Sakura di Tokyo Ditutup untuk Cegah Corona

 Momen mekarnya bunga sakura di Tokyo tahun ini tak dapat dinikmati dengan sukacita. Dengan mewabahnya virus Corona, pemerintah Tokyo menutup taman-taman sakura supaya untuk meminimalisir penyebaran virus itu.
Sebelum taman ditutup, Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, telah meminta 13,9 juta warganya untuk tetap tinggal di rumah pada pekan ini. Hal ini untuk mencegah semakin menyebarnya Corona yang sudah menjangkiti ibu kota Jepang itu. Namun aturan ini tak sepenuhnya diindahkan warga. Mereka masih antusias menyaksikan bunga yang mekar setahun sekali itu.

Salah taman yang ditutup adalah Ueno Park (Taman Ueno), sebagaimana diberitakan Associated Press. Taman ini merupakan lokasi favorit untuk melihat hanami atau pemandangan bunga sakura. Di sekitar taman terdapat tanda 'dilarang pesta' dan 'berbahaya, dilarang masuk'.

Kondisi taman yang ditutup ini tampak kosong dari kunjungan orang-orang. Pemandangannya jelas berbeda dengan pekan lalu dimana orang-orang masih berdatangan untuk menyaksikan mekarnya bunga nasional Jepang itu.

Koike juga meminta warga Tokyo untuk menunda melihat bunga sakura sampai tahun depan. "Bunga sakura akan mekar tahun depan. Prioritas kami saat ini adalah mengatasi masa sulit ini," katanya.

Selain taman-taman bunga, pemerintah Tokyo juga akan menutup taman hiburan, kebun binatang, akuarium, kedai kopi dan department store. Hal ini dikarenakan banyaknya anak muda yang masih berkeliaran dan berpotensi menularkan Corona. Hingga Kamis (26/3) tercatat telah ditemukan 259 kasus Corona di sana. Koike bahkan mewacanakan akan menutup Tokyo bila virus ini terus menyebar.

Salah satu warga Tokyo, Daichi Harada yang sedang berjalan-jalan bersama anjingnya setelah sekian lama mendekam di rumah, mendukung upaya pemerintah tersebut.

"Tokyo memerintahkan kita untuk berhenti melihat bunga sakura. Adalah tugas kita untuk tinggal di rumah," tutupnya.

India Lockdown, Pukulan Bagi Pariwisatanya

India resmi lockdown. Hal ini jelas menjadi pukulan telak bagi industri pariwisatanya dimana perhotelan dan pariwisata India lumpuh karena pandemi Corona. Sebelum lockdown, India mengalami penurunan turis hingga 9,3 persen mulai dari Februari dan diprediksi terus menurun.

India memiliki 3.691 situs arkeologi dan 38 di antaranya terdaftar sebagai situs warisan dunia. Salah satunya adalah Taj Mahal.

Pada bulan Januari-Februari, Taj Mahal sanggup untuk menjual sebanyak 22.000 tiket. Namun dua hari sebelum penutupan Taj Mahal, tiket bahkan tak terjual sampai 8.000.

Tak hanya itu, sektor maskapai pun ikut merasakan imbasnya. Centre for Asia Pacific Aviation India (CAPA) mengatakan bahwa industri penerbangan di India sudah merugi sebesar USD 500-600 juta di awal tahun sejak wabah pandemi Corona atau sekitar Rp 9 triliun.

CAPA memperingkatkan pemerintah, jika tidak melakukan intervensi maka beberapa maskapai penerbangan India akan tutup pada bulai Mei atau Juni karena krisis keuangan.

Padahal musim panas sudah di depan mata. Musim ini menjadi momen yang ditunggu oleh India untuk mendapatkan uang dari pariwisata.

"Bisnis benar-benar tersendat. Bahkan jika COVID-19 menurun, pemulihan masih akan memakan waktu 8-10 bulan. Stakeholder swasta tak akan pulih tanpa bantuan keuangan dari pemerintah," ujar Siddhart Jain, CEO Sapphire Ventures dan Direktur Kazin Travel Consultants LLP.

"Kami berharap akan menerima wisatawan kembali pada 2-3 minggu ke depan. Namun hal ini tergantung dari seberapa baik penangan di negara kami," katanya.

India lockdown sejak 24 Maret dan akan berlangsung selama 21 hari. Sampai Sabtu (28/3/2020) sudah ada 887 kasus yang dikonfirmasi oleh India.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar