Selasa, 10 Maret 2020

Travel Pass Bermasalah, Sriwijaya Air Diadukan ke YLKI

 Traveler anggota Sriwijaya Travel Pass merasa kecewa dengan ketentuan baru dari Sriwijaya Air. Mereka pun melaporkan hal ini ke YLKI.

Sriwijaya Air Travel Pass atau SJ Travel Pass adalah program terbang sepuasnya selama setahun, yang dirilis tahun 2018. Traveler membayar Rp 12 juta per orang, untuk bisa menikmati layanan terbang ke mana saja dalam kurun waktu satu tahun.

Awalnya para member merasa nyaman dan traveling lebih mudah dengan travel pass ini. Namun sejak Oktober 2018, masalah mulai muncul seiring dengan adanya peraturan baru dari pihak maskapai.

Beberapa hal yang membuat member keberatan adalah sulit untuk booking tiket, serta soal tiket tipe A. Tiket tipe A sendiri bisa dibilang tiket stand by. Jadi meskipun sudah memegang tiket, belum tentu member bisa terbang di waktu yang tertera karena tergantung dari ketersediaan seat.

Terkait masalah ini, anggota SJ Travel Pass pun melapor ke kantor Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta Selatan, Rabu (16/1/2019). Dalam pertemuan kali ini sejumlah member bertemu dengan Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, untuk menyampaikan aduan soal SJ Travel Pass, dan harapannya YLKI bisa membantu menyampaikan keluhan dan hak mereka bisa kembali seperti ketentuan awal dengan Sriwijaya Air.

"Kami kembali ke tuntutan kami (untuk pihak Sriwijaya Air), yang jelas adalah kembalikan hak kami sebagai member seperti di awal," ujar Maya Sayekti, salah satu member SJ Travel Pass.

"Dengan adanya pertemuan hari ini di YLKI kita harap bisa membantu membukakan pikiran dan hati nurani pihak Sriwijaya untuk menanggapi dengan serius keluhan kami," tambahnya.

Menanggapi hal ini, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan bahwa SJ Travel Pass termasuk produk yang berisiko menimbulkan masalah bagi konsumen.

"Menurut saya dari sisi bisnis memang ini risiko tinggi. Artinya apa yang ditawarkan oleh Sriwijaya ini sesuatu yang sangat berisiko bagi konsumen, tetapi Sriwijaya sengaja menjual tanpa informasi yang lebih clear pada konsumen," kata Tulus.

"Konsumen tidak salah tapi dari sisi yang kita lihat resikonya tinggi," imbuhnya.

Terlebih ada peraturan di mana Sriwijaya Air dapat mengubah ketentuan sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu.

"Kemudian ditandaskan lewat klausul perjanjian yang memang tidak adil, karena di situ mengatakan peraturan bisa berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan dahulu. Nah itu menjadi kunci bagi mereka untuk mengubah seenaknya tanpa ada pemberitahuan dan itulah yang kemudian merugikan konsumen," jelasnya.

YLKI nantinya akan mendalami aduan ini dan melakukan tindakan sesuai prosedur.

"Kita akan follow up dan sampaikan juga ke manajemen (Sriwijaya Air), juga regulator untuk turun tangan, karena ini kasusnya pasti masif. YLKI akan bantu sekuat tenaga," ucap Tulus.

Jika Terealisasi Turis Bayar Masuk Bali, Jangan Dadakan Informasinya

Rencana turis masuk ke Bali bayar 10 USD masih terus dibahas. Jika nantinya terealisasi, ada baiknya jangan dadakan memberikan informasi.

Hal itu diutarakan Ketua Association of The Indonesia Tours and Travel Agences (ASITA) Bali, I Ketut Ardana. Dia menilai, Pemprov Bali harus memberikan informasi jelas terkait rencana biaya kontribusi sebesar 10 USD atau setara Rp 140 ribuan kepada turis dan juga pada agen-agen travel.

"Jika pun saat tiba dipungut sebenarnya tidak masalah juga, sepanjang info itu sudah jauh-jauh hari," kata I Ketut Ardana kepada detikTravel, Rabu (16/1/2019).

"Juga diinformasikan pada assosiasi terkait dan pihak luar termasuk konsul-konsul," lanjutnya menjelaskan.

Pemprov Bali hingga kini masih membahas rencana tersebut. Nantinya, biaya kontribusi sebesar 10 USD akan dialokasikan untuk pengembangan dan pengelolaan pariwisata Bali termasuk wisata alam dan budaya.

"Kalau hanya 10 USD saya kira tidak terlalu berpengaruh kepada turis," tutup I Ketut Ardana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar