Senin, 09 Maret 2020

Taj Mahal, Mumbai dan Surganya Bollywood (2)

Di New Delhi, saya mengunjungi Humayun Tomb, komplek pemakaman batu merah Maharaja Mughal Humayun yang sengaja dibuat oleh sang istri, Hamida Banu Begam. Saya juga mengunjungi komplek kuil Swaminarayan Akshardham di kawasan Pandav Nagar yang mencakup berbagai arsitektur, nilai spiritual, dan budaya India.

Sayang, saya tidak dapat mengabadikan indahnya momen berdiri di depan kuil utama saat matahari mulai terbenam. Paduan cahaya jingga dan nila yang memantul di seluruh sisi kuil menjadi pemandangan yang hanya dapat disimpan oleh memori di kepala. Membawa gawai dan kamera sangat tidak dibolehkan, suatu strategi yang matang untuk mendatangkan wisatawan melalui cerita dari mulut ke mulut dan peningkatan pendapatan bagi penyedia jasa foto cetak di area tersebut.

Selain itu, tidak lengkap rasanya datang ke India tanpa mengunjungi ikon keajaiban dunia, Taj Mahal, di Agra. Perjalanan dari New Delhi menuju Agra ditempuh selama 4 jam menggunakan bus. Seperti Humayun Tomb, Taj Mahal juga dibangun sebagai bukti cinta, yakni cinta sang suami, Raja Shah Jahan, kepada mendiang istrinya, Ratu Mumtaz Mahal.

Bangunan ini merupakan makam muslim yang dibangun menggunakan marmer dan pualam putih dengan ukiran kaligrafi. Di sisi kanan-kirinya terdapat masjid dan tempat beristirahat bagi pengunjung. Pengunjung diperbolehkan mengabadikan momen sendiri di pelataran Taj Mahal kecuali saat memasuki ruang makam. Beberapa petugas mengelilingi makam dan mengawasi pengunjung untuk tidak mengambil gambar di makam tersebut.

Terakhir, saya mengunjungi pasar seni Dilli Haat, salah satu pusat kerajinan tangan yang terkenal di India. Ada banyak barang yang ditawarkan, seperti pakaian, tas, alas kaki, aksesoris, perabot rumah tangga, dan lain-lain. Pengunjung harus pandai menawar barang kepada Pita (bapak) dan Mata (ibu), pedagang di sana. Menawar barang dapat disertai senyuman dan candaan yang sesuai agar mereka luluh kepada wisatawan asing tanpa membuatnya rugi berdagang. Saya beruntung, dua kios memberi bonus barang sebagai ucapan selamat jalan untuk pulang ke Indonesia.

Pukul 00.25 memasuki hari kesebelas, saya menghirup panjang udara dingin di bandara Indira Gandhi, pertanda perjalanan ini hampir usai. Pengalaman travelling, baik dalam maupun luar negeri, selalu menyenangkan jika kita tahu cara menjalani dan mensyukurinya.

Saya menghabiskan waktu di Mumbai selama 3 hari, berkunjung ke Film City dan beberapa tempat lainnya. Perlahan lidah saya mulai berkompromi dengan rempah-rempah khas India tiap kali waktu makan tiba. Saya melanjutkan perjalanan menuju Pune dan tinggal di sana selama 2 hari.

Dari Pune, saya bertolak menuju New Delhi. Suhu udara berubah drastis. Saat itu musim dingin sedang berada di penghujung waktu. Namun, menurut kawan yang saya temui di sana suhu dingin New Delhi belum seberapa dibanding suhu daerah lain di bagian utara seperti Kashmir.

Sebelum berangkat, saya sudah mencari tahu informasi musim dan kecenderungan cuaca di sana. Kondisi tersebut membuat tubuh seseorang rentan terserang masuk angin, sakit kepala, flu, batuk, bahkan demam. Oleh karena itu, atas rekomendasi mama, saya sengaja membawa dua kotak obat herbal siap minum. Sejak lama, anggota keluarga dibiasakan untuk tidak langsung mengonsumsi obat medik, tetapi terlebih dahulu meminum obat herbal yang diracik di dapur sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar