Jumat, 27 Desember 2019

Berjumpa Istana yang Tak Lagi Utuh di India

India kaya akan budaya dan kisah-kisah kepahlawanan zaman dulu kala. Salah satu jejaknya bisa traveler lihat di Ranu Kumbha Palace yang kini tak lagi utuh.

Hari mulai terang saat saya terjaga di dalam kereta sleeper menuju Chittorgarh Junction. Jam digital di layar ponsel menunjukkan pukul 06.15. Artinya, hampir 12 jam kereta Haldighati Pass ini membawa saya dari Agra sejak jam 7 kemarin sore. Perkiraan waktu kedatangan adalah jam 11 siang.

Tapi semalam, kereta berhenti cukup lama entah di mana. Kemungkinan besar kereta ini tidak akan tiba tepat waktu, sebagaimana kereta-kereta lain di India yang memang biasa terlambat.

Kereta terus melaju, menyajikan pemandangan yang berbeda-beda dari luar jendela. Mulai dari perkampungan, padang rumput yang gersang di musim panas, tambang batu kapur, danau dengan airnya yang surut, hingga sekawanan sapi yang berbaur dengan kambing dan babi.

Seperti di antah berantah, saya tidak tahu ini di mana. Entah masih di Uttar Pradesh atau sudah memasuki kawasan Rajasthan. Gawai saya tidak terkoneksi dengan internet sehingga saya tidak bisa mengecek lokasi di Google Map.

Petugas kereta juga tak pernah mengumumkan bahwa kereta akan tiba di stasiun A, penumpang sebaiknya bersiap-siap, atau memberi informasi lain seperti yang sering saya dengar saat naik kereta di Indonesia.

Saya hanya khawatir melewatkan Chittorgarh Junction, stasiun tempat saya harus turun. Sekelompok ibu-ibu di sekitar tempat duduk saya juga tidak paham bahasa Inggris, sehingga saya tidak bisa bertanya kepada mereka. Namun, mereka begitu ramah.

Kami tetap ngobrol lewat senyuman. Mereka tetap mengajak saya bicara dengan ramah dalam bahasa Hindi, yang hanya saya tanggapi dengan senyuman dan sesekali anggukan.

Seorang wanita muda melintas. Ia menyapa dalam bahasa Inggris. Saya langsung bertanya apakah Chittorgarh Junction masih jauh, kira-kira berapa stasiun lagi. Ia menjelaskan bahwa tujuan saya masih cukup jauh, sekitar 3 jam lagi. Kabar baiknya, ia juga turun di Chittorgarh Junction sehingga kami bisa turun bersama-sama. Syukurlah, saya tak lagi waswas.

Pukul 11 siang, kereta tiba Chittorgarh Junction. Tepat waktu. Kami turun bersama-sama lalu berpisah di pintu keluar stasiun. Beberapa sopir tuktuk menghampiri dan menawarkan jasanya dengan sopan. Saya sedikit heran, karena di kota sebelumnya, Agra, sopir-sopir sangat agresif.

Tak jarang mereka memaksa calon penumpang dengan terus-terusan mengikuti sampai si penumpang merasa risih dan akhirnya naik tuktuk-nya. Tapi di sini tidak demikian.

Tarif yang ditawarkan juga sangat rasional, bahkan terhitung murah. Kami sepakat di harga Rs300 atau sekitar Rp60.000,00 untuk dua orang dengan perjalanan dari stasiun, Chittorgarh Fort, lalu saya dan seorang teman akan di-drop di terminal bus untuk melanjutkan perjalanan ke Udaipur.

Sopir tuktuk ini masih muda. Ia begitu lihai menyetir dan menyelip di antara kendaraan-kendaraan yang memadati jalan kota kecil ini. Semakin jauh, jalan semakin menanjak dan penuh tikungan tajam.

Beberapa kali saya harus mengeratkan pegangan pada tiang karena tuktuk tetap melaju dengan kencang di tikungan. Cara mengemudi seperti ini memang sudah biasa di India, tapi saya yang tidak terbiasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar