Selasa, 31 Desember 2019

Pengalaman Diinterogasi Pasukan SWAT China

Bertualang jauh ke pedalaman China, traveler memang mesti waspada. Apalagi kalau ada masalah keamanan. Jangan kaget kalau ditanyai polisi di sana.

Jumat, 22 Maret 2019 lalu saya akan meninggalkan Lijiang, China. Kota yang tak terlalu besar namun sangat nyaman dan tenang. Seakan tak rela harus berpisah, saya dan ketiga teman saya sudah menyiapkan ponsel untuk mengabadikan momen ini.

Saat itu sudah pukul 19.45, namun masih cukup terang. Kalau di Indonesia seperti pukul 17.30 WIB. Udaranya sangat dingin, kala itu China masih musim dingin, terlebih saya berada di Lijiang yang berada di Barat Daya China. Meski tengah dihantam udara dingin, kami tetap kekeh untuk memotret wajah kami dengan berlatar stasiun Lijiang. Sembari menggendong ransel sebesar tabung elpiji 50 kilogram kami berbaris di depan stasiun.

Belum sempat terekam, tiba-tiba dua petugas setempat menghampiri kami. Awalnya, saya kira dia satpam. Tapi tidak mungkin satpam membawa senjata laras panjang. Untuk jenis senjata sebetulnya saya juga tak yakin apa namanya. Intinya senjata api yang cukup besar didekap layaknya bayi. Anggota itu beperawakan tegap, tapi tak terlalu tinggi. Pakaiannya yang serba hitam membuat mereka tampak gahar dan seram. Mereka langsung mengintrograsi kami.

"Sedang apa?" begitu katanya dengan menggunakan bahasa inggris.

"Take a picture," jawab kami singkat.

Tak puas dengan jawaban kami, mereka semakin bertanya macam-macam. Mereka juga meminta paspor dan tiket kereta kami. Kami heran, siapa mereka. Setelah kubaca empat huruf di bajunya dengan seksama, SWAT. Kami sedikit panik. SWAT?

SWAT (Special Weapons and Tactics) adalah pasukan elite di China. Mereka bukan polisi biasa. Mereka unit senjata dan taktik yang dilatih khusus. Biasanya, mereka bertugas untuk situasi gawat, termasuk terorisme. Gawat, apa dia pikir kami teroris? Kebetulan saat itu kondisi di China masih tegang dengan konflik suku dan agama. Ini lagi nggak main-main. Kalau kami salah jawab, bisa celaka. Apalagi ini di negara orang.

"Kamu dari mana dan lagi apa di sini?"

"Kami baru saja dari Shangrila, kami sedang jalan-jalan," ucap kami.

Kami juga mengaku berasal dari Indonesia. Mereka masih tidak percaya. Dia bolak-balik memeriksa paspor dan tiket kami. Teman saya panik. Sesaat kemudian kawan saya menunjukkan foto kami sedang berpose dengan latar belakang Gunung Shika.

"Kami habis dari sini. Habis bermain salju," ucap temanku. Setelah mengecek isi galeri ponsel teman saya dan yakin kami turis, kami dilepaskan. Mereka pun pergi. Semangat kami untuk foto-foto langsung hilang, kami memilih menyelamatkan diri daripada diiterograsi lagi.

Dari sini saya belajar harus tetap tenang dalam situasi apapun, bersikap sopan di mana saja, ketahui adat istiadat negara yang akan kamu tuju dan siapkan identitas kalian. Meski situasi ini membuat saya senewen, saya tidak kapok. Saya akan terus menjelajah. Mengelilingi negara lainnya, seperti Dubai. Yap, Dubai negera yang masuk dalam bucket list sebagai Dream Destination. Salah satu negara terindah dan impian setiap pelancong. Siap menjelajah dan menghadapi keindahan beserta tantangannya di Dubai.

Duh, jadi ingin naik unta di gurun pasir Al Marmoon Initiative dan main bersama flaminggo di Ras Al Khor Wildlife Sanctuary. Menikmati pemandangan kota Dubai dari Burj Khalifa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar