Selasa, 31 Desember 2019

Tak Ada Perayaan HUT RI di Gunung Slamet, Pendaki Pilih Gunung Lain

Naiknya status Gunung Slamet jadi waspada level II, membuat para pendaki memilih gunung lain untuk perayaan Hari kemerdekaan. Seperti ke Gunung Merbabu.

"Pendakian ini jauh jauh hari sudah disiapkan awalnya memang di Gunung Slamet, (melalui) jalur baturaden. Akhirnya dialihkan ke Gunung Merbabu karena status gubung Slamet aktif dan tutup," kata Ketua Wijayakusuma Pecinta Alam (Wikupala), Universitas Wijayakusuma (Unwiku) Purwokerto saat dihubungi detikcom Jumat (16/8/2019).

Dia menjelaskan jika Wikupala sendiri sudah setiap tahunnya melakukan pendakian merah putih saat 17 Agustus untuk mengibarkan bendera merah putih dalam upacara yang dilaksanakan di puncak gunung.

"Kegiatannya wikupala sendiri sudah rutinitas setiap 17 Agustus ada pendakian merah putih, prosesi acaranya naik, lalu pada saat pembacaan teks proklamasi kita berdoa dan pengibaran bendera merah putih dan prosesi upacara," jelasnya.

"Ini merupakan pendakian merah putih yang ke 9 dengan 13 anggota yang melakukan pendakian di Gunung Merbabu," ucapnya.

Sementara menurut Koordinator SAR Pos Bambangan Purbalingga, Slamet Ardiansyah mengatakan, biasanya pada momentum peringatan HUT Kemerdekaan tahun-tahun sebelumnya, tercatat hingga ribuan orang mendaki gunung tertinggi di Jawa Tengah tersebut.

"Jalur masih ditutup karena statusnya masih level II, karena sudah tahu statusnya level II, para pendaki (memilih) naik ke gunung yang dibuka, seperti Gunung Sindoro, Prau dan Merbabu," ujar Slamet.

Tidak adanya perayaan HUT Kemerdekaan di puncak Gunung Slamet juga ditegaskan oleh Junior Manajer Bisnis Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur Sugito. Dia mengatakan jika jalur pendakian Gunung Slamet hingga saat ini masih ditutup.

"Jalur pendakian yang kami kelola masih ditutup, (sehingga) tidak ada peringatan 17-an di puncak," ujarnya.

Macau, Kota Judi yang Menjual Mimpi

Macau mengusung slogan City Of Dream, kota ini memiliki pemandangan gedung-gedung megah nan menakjubkan. Namun, inilah ibukota perjudian di Asia.

Aroma harapan memang seolah-olah terasa lewat pemandangan pencakar langit yang indah. Sepanjang jalan, kita dapat dengan mudah membaca slogan City Of Dream.

Hari masih sore saat saya menginjakkan kaki pertama kalinya di Macau. Bersama rekan-rekan, saya menyeberang dari Pelabuhan Hong Kong. Tujuan utama perjalanan kami sejak dari Indonesia sebenarnya memang hanya Hong Kong, tetapi Macau terlalu menggoda untuk dilewatkan. Untuk menuju ke sana, kamu tinggal menyeberang menggunakan Kapal Feri. Yang terpenting , jika traveler ingin menuju Hong Kong tidak perlu menggunakan visa.

Uniknya, kota ini juga disebut sebagai negeri seribu gereja. Di balik gedung-gedung Casino yang menjulang, kubah-kubah gereja juga tegak berdiri, seakan bersaing merebut hati pengunjung dan penduduk Macau. Ketika masuk ke salah satu Casino di bilangan Cotai Strip, terlihat Casino ini menyatu dengan pusat perbelanjaan dan tempat hiburan lain.

Meja-meja permainan seperti Roulette, Blackjack, dan Poker langsung menjadi pemandangan yang extraordinary bagi orang yang pertama kali menyaksikan. Namun, di antara kami, tidak ada yang berani terlibat di meja judi. Lagi pula, kelas judi di sana tergolong high level. Jadi, jangan coba-coba!

Berada di Macau membuat kita merasa bagai seorang aktor dalam film-film, atau tokoh dalam novel fiksi. Sepulang dari sana, saya langsung menulis cerita pendek berlatar Macau yang dimuat di media cetak terbesar di Sulawesi.

Berikutnya, saya berharap bisa berkunjung ke Dubai. Seperti Macau, Dubai juga sudah langganan menjadi setting film dan berbagai novel. Jika ke Dubai, saya ingin menulis novel berlatar Dubai!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar