Selasa, 31 Desember 2019

Viral di Twitter, Turis China Kubur Popok di Pantai

Sejumlah turis yang disebut berasal dari China berulah di Pantai Boracay, Filipina. Mereka kedapatan mengubur popok dan feses di pantai tersebut.

Hal itu pun pertama kali terungkap lewat unggahan video di media sosial oleh seorang warganet bernama Grace. Dikumpulkan detikcom dari berbagai sumber, Jumat (16/8/2019), Grace mendapati dua orang turis China menyeboki dan mengubur feses seorang anak laki-laki di pantai tersebut Senin kemarin (12/8).

"Kami sedang berada di air ketika teman kami melihat seorang anak laki-laki buang air besar di pantai," ujar Grace saat diinterview media ABS-CBN.

Mendapati kelakuan dua turis itu, Grace dan teman-temannya segera keluar dari air dan menyebut kata 'yuck' untuk menegur mereka. Hanya saja, teguran itu tak berhasil.

"Kami hanya terkejut dan segera keluar dari air. Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan dan hanya berteriak 'yuck' untuk mencuri perhatian mereka," keluh Grace.

Terlihat juga, seorang turis wanita mengubur popok anak tersebut. Dia santai saja mengguburnya ke dalam pasir pantai meski ramai orang di sekelilingnya.

Pada akhirnya, Grace merasa harus mengunggah video itu lewat media sosialnya. Di mana unggahan video tersebut berhasil mencari perhatian publik.

Menurut pemerintah setempat, ibu dari sang anak bertanggung jawab langsung karena mengabaikan anaknya. Turis harus paham akan aturan di tempat tersebut.

"Itu merupakan tanggung jawab turis, sekali pun tak ada tanda larangan di objek wisata," ujar Sekda setempat, Epimaco Densing III.

Mendaki Everest: Masuk Rp 500 Juta, Meninggal Rp 200 Juta

Puncak Everest adalah titik tertinggi di Bumi, impian para pendaki sekaligus tempat paling berbahaya. Mendaki ke sana biayanya mahal, juga kalau meninggal.

Puncak Everest di Nepal masuk dalam rangkaian Pegunungan Himalaya. Punya tinggi 8.848 mdpl, Puncak Everest menjadi mimpi bagi tiap pendaki. Berpijak di sana, bagaikan berdiri di atap dunia.

Dirangkum detikcom dari berbagai sumber, Jumat (16/8/2019) baru-baru ini pemerintah Nepal merencanakan kenaikan tarif masuk ke Everest. Dari seharga 11 ribu USD atau sekitar Rp 159 juta, menjadi 35 ribu USD atau setara Rp 499 juta.

Itu baru tarif masuk, belum ditambah dengan biaya logistik, pemandu dan lainnya. Tentu, harga mendaki Puncak Everest menjadi jauh lebih mahal. Jika dulu tarif masuknya masih 11 ribu USD, biaya yang dijual operator pendakian sekitar 45 ribu USD atau setara Rp 600 jutaan.

Ada banyak alasan mengapa pemerintah Nepal menaikkan tarif masuk. Masalah sampah, padatnya pendaki hingga banyaknya pendaki yang tewas menjadi perhatian serius.

"Kami akan mengubah undang-undang dan peraturan. Kami akan membuat gunung kami aman, dikelola dan bermartabat," kata Menteri Pariwisata Nepal, Yogesh Bhattari.

Selain tarif masuk, persyaratan mendaki Puncak Everest akan diperketat. Beberapa di antaranya seperti pernah mendaki gunung dengan ketinggian 6.000 mdpl, memberikan sertifikat kebugaran fisik dan menggunakan jasa pemandu yang berpengalaman.

Sejak dibuka tahun 1960-an, Puncak Everest sudah menarik perhatian pendaki dunia. Namun di balik itu, kepuasan batin mendaki puncak tertinggi di dunia tersebut berbanding lurus dengan kematian.

Tahukah kamu, sudah 300 pendaki tewas saat mendaki Puncak Everest. Suhu yang minus puluhan derajat Celcius, medan es yang sulit, badai salju, frostbite dan cuaca yang sulit diprediksi menjadi tantangan bagi pendaki

Ada wilayah bernama Death Zone, yang berlokasi di ketinggian 8.000 mdpl. Di sanalah, paling banyak ditemukan jenazah para pendaki.

Bahkan di awal tahun 2019, setidaknya 11 pendaki tewas saat mendaki Puncak Everest. Di antaranya, 4 pendaki tewas karena kedinginan saat mengantre untuk menuju puncaknya.

Masalahnya, biaya pengangkutan jenazah di sana pun sangat mahal. Operasi pengangkutan/evakuasi jenazah bisa menghabiskan biaya paling murah 20 ribu USD atau setara Rp 284 juta!

Pengangkutan jenazah di jalur pendakian Everest tidaklah mudah. Tim penyelamat yang dibantu sherpa (suku yang mendiami kawasan sekitar Everest dan sering menjadi pemandu lokal) juga harus mempertaruhkan nyawa.

"Mereka, tim penyelamat harus cukup kuat untuk membawa orang tambahan. Bahkan saat melakukannya, mereka mempertaruhkan hidup mereka," kata Thaneswar Guragai, manajer Seven Summit Treks salah satu operator pendakian di Everest.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar