Minggu, 26 Juli 2020

Mengenal Amphetamine, Obat yang Ditemukan Polisi di Urine Editor Metro TV

 Jenazah editor Metro TV, Yodi Prabowo, telah diperiksa oleh dokter forensik dari RS Polri. Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat menyebut bahwa dari hasil forensik, Yodi diduga mengkonsumsi amfetamin atau amphetamine.
"Kaitannya dengan amfetamin, beliau (dokter forensik) kami periksa BAP dengan pemeriksaan ahli sebagai bukti. Jawabannya, kalau diperiksa urinenya amfetamin positif berarti konsumsi amfetamin," jelas Tubagus saat jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (25/7/2020).

Menurut psikiater dari RS Jiwa Marzoeki Mahdi, dr Lahargo Kembaren, SpKJ, amphetamine ini merupakan narkoba psikostimulan yang bisa menimbulkan gangguan mood. Ia menjelaskan amphetamine atau amfetamin ini termasuk jenis narkotika golongan I yang berpotensi menyebabkan ketergantungan.

"Amfetamin termasuk Narkotika Golongan I, narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan," jelas dr Lahargo pada detikcom, beberapa waktu lalu.

dr Lahargo mengatakan potensi ketergantungan ini sama seperti yang dirasakan saat seseorang menggunakan jenis narkoba lainnya. Misalnya seperti opium, ganja, heroin, metamfetamin, etkatinon, tanaman KHAT, dan lain-lainnya.

Dikutip dari Alcohol and Drug Foundation, beberapa jenis obat dari golongan ini bisa dipakai untuk mengobati kondisi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan narkolepsi. Narkolepsi merupakan kondisi orang yang memiliki pola tidur yang tidak terkendali.

Amphetamine juga bisa menimbulkan efek samping jika digunakan secara berlebihan. Orang yang mengkonsumsinya bisa menimbulkan rasa bahagia berlebihan, percaya diri, bicara lebih banyak, dan lebih berenergi. Efek lainnya, bisa menyebabkan jantung berdebar-debar, stroke, pingsan, kehilangan nafsu makan, serangan jantung, halusinasi hingga menyebabkan kematian.

CDC Ungkap Pasien Corona Sembuh Lebih Lama Meski Bergejala Ringan

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengungkap bahwa pasien Corona yang berusia muda maupun dewasa membutuhkan waktu hingga berminggu-minggu untuk bisa sembuh dari virus Corona COVID-19. Hal ini ditemukan berdasarkan survei wawancara melalui telepon yang dilakukan di 13 negara.
Dikutip dari Reuters, survei tersebut menunjukkan bahwa baik usia muda maupun dewasa yang tidak memiliki penyakit penyerta bisa membutuhkan waktu 2-3 minggu untuk sembuh, setelah dinyatakan positif Corona. Hal ini juga bisa terjadi meski mereka hanya mengalami gejala ringan.

CDC mengatakan, survei dilakukan pada pasien positif yang berusia di atas 18 tahun secara acak. Mereka ditanya soal gejala yang muncul dan waktu untuk pulih, 14 hingga 21 hari setelah tes COVID-19.

Dari 292 orang, 274 di antaranya mengalami satu atau lebih, gejala Corona yang dialami saat melakukan penelitian. Banyak dari mereka yang memiliki gejala COVID-19 ringan, tetapi tidak bisa sehat seperti sebelumnya.

Persentase usia pasien yang tidak bisa sembuh total, yaitu 18-34 tahun sebesar 26 persen, usia 35-49 tahun 32 persen, dan usia di atas 50 tahun mencapai 47 persen.

Untuk mencegah hal ini makin banyak terjadi, para peneliti menyarankan untuk menerapkan jaga jarak sosial, rajin cuci tangan, dan gunakan masker dengan benar terutama saat di tempat umum. Hal ini untuk memperlambat penyebaran COVID-19.
https://kamumovie28.com/astro-boy-tetsuwan-atom-episode-41/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar