Rabu, 08 Juli 2020

Keluarga Pasien di Bolivia Tinggalkan Peti Mati Korban Corona di Jalanan

 Keluarga korban virus Corona di Bolivia meninggalkan peti mati kerabat mereka di jalanan selama beberapa jam pada Sabtu kemarin. Mereka mengaku kesulitan dalam proses pemakaman kerabatnya di tengah pandemi Corona.
Dikutip dari New York Daily News, petugas pemakaman akhirnya tiba untuk mengambil peti mati kerabat mereka yang ditinggalkan di pegunungan Andes, Bolivia. Sehingga akhirnya bisa dikuburkan, demikian lapor The Associated Press.

Keluarga yang kemungkinan menjadi korban virus Corona di Bolivia meninggalkan peti mati kerabat mereka di jalan memprotes kesulitan mengubur orang yang dicintai di tengah pandemi Corona. "Korban berusia 62 tahun, seorang pria yang diduga meninggal akibat virus Corona tetapi tubuhnya belum dipindahkan dari rumahnya karena berisiko terjadinya penularan," kata tetanggaRembertoArnez kepada media setempat.

"Kota ini dihuni sekitar 630.000 dan kebetulan mengumpulkan sekitar 17 mayat sehari," kata Kolonel Polisi Iván Rojas di sebuah konferensi pers.

Meskipun para pejabat menyiapkan 250 plot pemakaman baru untuk pemakaman utama di Cochabamba, mayat yang dikumpulkan saat ini dikremasi jumlahnya sedikit, demikian penjelasan Menteri Tenaga Kerja nasional Óscar Mercado kepada wartawan.

"Oven krematorium kecil. Di situlah mayat dikumpulkan," kata Mercado.

Dikutip dari Worldometers Corona, Bolivia telah mengkonfirmasi lebih dari 41.545 kasus dan 1.530 kematian.

Banyak Pandemi Seperti Corona Bisa Terjadi di Masa Depan, Ini Pemicunya

 Sebuah laporan studi menemukan kondisi yang membuat pandemi seperti Corona mungkin lebih banyak terjadi di masa depan. Seperti meningkatnya permintaan daging liar dan kerusakan lingkungan.
United Nations Environment Programme (UNEP) dan International Livestock Research Institute mengatakan virus Corona COVID-19 hanyalah yang terbaru dari semakin banyak penyakit termasuk Ebola yang menyebar dari hewan ke hewan.

Laporan berjudul 'Mencegah Pandemi Selanjutnya: Penyakit zoonosis dan cara memutus rantai penularan', menemukan bahwa peningkatan jumlah penyakit zoonosis disebabkan ketika patogen melompat dari hewan ke manusia. Hal ini didorong oleh perusakan lingkungan alam melalui degradasi lahan, eksploitasi satwa liar, ekstraksi sumber daya, dan perubahan iklim.

"Ilmu pengetahuannya jelas bahwa jika kita terus mengeksploitasi satwa liar dan menghancurkan ekosistem kita, maka kemungkinan akan ada penyakit yang terus-menerus berpindah dari hewan ke manusia di tahun-tahun mendatang," kata direktur eksekutif UNEP Inger Andersen.

"Pandemi menghancurkan kehidupan dan ekonomi kita, dan seperti yang telah kita lihat selama beberapa bulan terakhir, yang paling menderita adalah yang termiskin dan paling rentan. Untuk mencegah wabah di masa depan, kita harus lebih berhati-hati dalam melindungi lingkungan alami kita," lanjut Andersen.

Setiap tahun sekitar 2 juta orang, sebagian besar di negara berpenghasilan rendah dan menengah meninggal karena penyakit zoonosis yang terabaikan, demikian laporan tersebut.

Andersen mengatakan bahwa virus Corona COVID-19 mungkin yang terburuk untuk saat ini, tetapi itu bukan yang pertama atau yang terakhir. "Kita sudah tahu bahwa 60 persen dari penyakit menular yang diketahui pada manusia dan 75 persen dari semua penyakit menular yang muncul adalah zoonosis. Ebola, SARS (sindrom pernapasan akut parah), virus Zika, dan flu burung semuanya datang kepada manusia melalui hewan," katanya.
https://cinemamovie28.com/eldlive-episode-12-subtitle-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar