Sabtu, 04 Juli 2020

Hindari Monopoli, BPH Migas Usulkan 3 Poin Penting dalam RUU Cipta Kerja

BPH Migas mengundang Direktorat Jenderal Perancang Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM. Hal itu dilakukan untuk memberikan masukan dalam penyusunan RUU Cipta Kerja/Omnibus Law.
"Ada tiga poin utama yang menjadi masukan atau usulan BPH Migas dalam RUU Cipta Kerja/Omnibus Law yaitu mengenai pengaturan LNG dan CNG, penyelesaian sengketa hilir migas serta kantor perwakilan BPH Migas," ujar Komite BPH Migas Saryono Hadiwidjoyo dan Ahmad Rizal dalam keterangannya, Sabtu (4/7/2020)

Adapun hal tersebut disampaikan saat melakukan pertemuan di Hotel Best Western, Bandung kemarin. Tiga poin utama tersebut menjadi hal penting yang harus dimasukan dalam RUU Cipta Kerja untuk mengantisipasi tantangan ke depan dalam perkembangan usaha serta agar dapat bersaing secara global.

Hal ini tujuan dari RUU Cipta Kerja yaitu meningkatkan kegiatan investasi di bidang hilir migas serta memperluas lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.

"Hal utama yang mendasari usulan pengaturan kegiatan usaha LNG dan CNG karena selama ini bisnis LNG dan CNG masih dilakukan business to business, belum ada pengaturan dan pengawasan terkait tata niaganya. Hal ini berpotensi terjadinya monopoli alamiah dalam penetapan harga jual dan toll fee (tarif) regasifikasi dan tidak adanya aturan apabila terjadi perselisihan usaha baik antar badan usaha maupun dengan konsumen," jelas Saryono.

Terkait perselisihan kegiatan hilir migas, Ahmad menyampaikan bahwa BPH Migas mengusulkan agar penyelesaian tersebut diutamakan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat sebelum melalui mediasi, ajudikasi, atau arbitrase.

Ia berharap, ke depan ada lembaga khusus di bawah BPH Migas yang menangani perselisihan kegiatan hilir migas. Sementara untuk usulan pembentukan kantor perwakilan BPH Migas di daerah dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam menjalankan tugas dan fungsi pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.

Ada Isu Pengembalian Pengawasan Bank ke BI, Ini Sejarah OJK

 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di usianya yang ke-8 tahun saat ini menjadi sorotan. Pasalnya muncul wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengembalikan pengawasan perbankan ke Bank Indonesia (BI).
Bagaimana sebenarnya latar belakang pembentukan OJK ini? Berikut berita selengkapnya:

Mengutip laman resmi ojk.go.id, OJK dibentuk berdasaran Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor keuangan.

Mulai dari perbankan, pasar modal dan sektor jasa keuangan nonbank seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 21 tersebut.

Untuk industri keuangan non bank, pasar modal secara resmi beralih dari Kementerian Keuangan dan Bapepam LK ke OJK pada 31 Desember 2012. Sedangkan pengawasan di sektor perbankan beralih ke OJK pada 31 Desember 2013 dan Lembaga Keuangan Mikro pada 2015.

Pembentukan OJK diharapkan bisa mengatur sektor jasa keuangan agar terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat.

Sebelumnya, beredar isu terkait pengembalian pengawasan perbankan ke BI dikarenakan ketidakpuasan akan kinerja OJK selama pandemi. Hal tersebut disampaikan oleh dua orang sumber yang diberi pengarahan tentang masalah ini, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (2/7/2020) lalu.

OJK didirikan berdasarkan undang-undang tahun 2011 untuk mengawasi lembaga keuangan. OJK dibentuk dengan best practice dari struktur regulasi jasa keuangan Inggris saat itu. Sumber menyebutkan, Indonesia saat ini tengah melihat Prancis, yang memiliki otoritas administratif independen di bawah bank sentral yang mengawasi perbankan.

"BI sangat senang tentang ini. Tetapi akan ada tambahan untuk KPI (key performance indicator), akan diberitahu untuk tidak hanya menjaga mata uang dan inflasi, tetapi juga pengangguran," kata sumber.
https://nonton08.com/dumbbell-nan-kilo-moteru-episode-11/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar