Di tengah rasa syukur karena virus corona Wuhan (2019-nCoV) belum masuk Indonesia, banyak orang bertanya-tanya kenapa virus ini 'ogah' datang ke Indonesia. Netizen selalu punya jawaban untuk semua pertanyaan, kali ini kerokan dan teh anget paling banyak disebut.
"orang indonesia kalo meriang dikerokin sama diurut besoknya sembuh.. si corona phobia kerokan kayanya," tulis akun @Teteh*** di Twitter.
Dalam keseharian, kerokan memang banyak jadi andalan ketika sedang tidak enak badan, entah karena masuk angin, flu, atau bahkan gejala awal sakit jantung. Kadang dikombinasikan dengan minuman hangat.
"Disini kalo ada yg demam dan flu cukup pake teh panas dan kerokan. Kelar," tulis @ndimas***.
Kerokan banyak disebut sebagai 'penangkal' virus corona. Mungkin itu sebabnya tidak ada kasus positif di Indonesia.Kerokan banyak disebut sebagai 'penangkal' virus corona. Mungkin itu sebabnya tidak ada kasus positif di Indonesia. Foto: tangkapan layar
Kerokan sendiri sempat naik daun saat Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyinggungnya terkait potensi wisata kebugaran. Di dalamnya juga tercakup jamu sebagai bagian dari pengobatan tradisional.
"Kalau yang lain menjual seperti bekam dan sebagainya, kita jual kerokan. Jangan sepelekan kerokan kalau 100 kamar dan hanya 20 menit berapa? Begitu keluar minumnya jamu, bisa berapa. Belum tambah pijet. Itu hal yang kadang tidak kita komunikasikan," kata Menkes Terawan saat itu.
Kerokan sendiri terbilang kontroversial karena meski tidak teruji secara medis, masyarakat Indonesia selama berabad-abad telah membuktikannya secara empiris untuk berbagai keluhan. Beberapa hal terkait kerokan juga mulai bisa dijelaskan secara ilmiah.
"Gerakan kerokan menimbulkan peradangan lokal yang memicu pelebaran pembuluh darah dan memicu keluarnya morfin alami dari dalam tubuh yang dinamakan endorfin. Endorfin ini lah yang menimbulkan relaksasi pada tubuh dan relaksasi otot," kata praktisi kesehatan dr Dewi Ema Anindia.
Viral Prediksi Ilmuwan Harvard Soal Keberadaan Virus Corona di Indonesia
Hingga saat ini memang belum ada satupun kasus penularan virus corona Wuhan (2019-nCoV) yang terkonfirmasi positif di Indonesia. Namun sebuah penelitian di Harvard University memprediksi hal yang berbeda.
Idenya adalah melihat keterkaitan antara volume penerbangan dari dan ke Wuhan dengan jumlah kasus di suatu negara. Para ilmuwan lalu membuat permodelan regresi linear sebagai prediksi tempat-tempat dengan potensi kasus 'underdetected'.
Dalam permodelan tersebut, Indonesia bersama dengan Kamboja yang saat penelitian dilakukan sama-sama berada belum memiliki kasus terkonfirmasi, di bawah interval prediksi 95 persen. Belakangan, Kamboja melaporkan satu kasus terkonfirmasi, sedangkan Indonesia masih tetap steril.
"Indonesia belum melaporkan adanya kasus, dan seharusnya Anda sudah menemukannya beberapa," kata salah seorang peneliti, Marc Lipsitch, dikutip dari Ibtimes.
Thailand, dalam permodelan itu juga berada di bawah interval prediksi 95 persen meski melaporkan sejumlah kasus positif. Artinya, diprediksi 'seharusnya' memiliki jumlah kasus yang lebih banyak lagi.
Ada juga negara yang dalam permodelan itu berada di atas interval prediksi 95 persen. Salah satunya Jerman, yang memiliki jumlah kasus lebih banyak dari yang diprekdiksi. Berbagai faktor seperto transportasi darat dan transmisi lokal diyakini turut berpengaruh.
https://nonton08.com/rogue-warfare-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar