Selasa, 10 Desember 2019

Buka Rakornas Bank Wakaf, Jokowi Target KUR Rp 325 T di 2024

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) mencapai Rp 325 triliun pada tahun 2024. Hal itu diungkapkannya saat membuka Rakornas Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta Selatan.

Jokowi mengatakan peningkatan target penyaluran KUR bagian upaya pemerintah meningkatkan literasi dan inklusi keuangan nasional yang saat ini masih belum 100.% untuk literasi hingga saat ini baru mencapai 35%, sedangkan inklusi keuangan 75%.

"Intinya kita mau ajak seluruh daerah agar bisa mendorong seluruh rakyat kita bisa akses ke keuangan," kata Jokowi, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Jokowi mengungkapkan akses keuangan yang bisa dimanfaatkan masyarakat saat ini antara lain program Mekaar dari PT PNM (Persero), di mana jumlah nasabahnya mencapai 5,9 juta orang. Selanjutnya program Bank Wakaf Mikro (BWM) yang dimanfaatkan oleh 55 pesantren diseluruh Indonesia.

Selanjutnya KUR, di mana tahun ini target penyalurannya Rp 140 triliun dan tahun 2020 sebesar Rp 190 triliun.

"Harus keluar dari perbankan kita untuk usaha kecil, target saya berikan Rp 325 triliun harus keluar untuk usaha mikro," jelasnya.

Guna meningkatkan akses masyarakat terhadap perbankan, Mantan Wali Kota Solo ini mengaku akan mendorong kemudahan akses menabung mulai dari SD, SMP, maupin SMA/SMK. Lalu, upaya lainnya juga memudahkan akses pembiayaan bagi masyarakat.

"Kita lihat tadi angka literasi keuangan masih 35%, inklusi keuangan kita masih 75%, kita masih memiliki ruang besar mendorong masyarakat agar bisa akses keuangan yang kita miliki," ungkapnya.

Daya Beli Turun, Indonesia Tertolong Gengsi Orang Kaya Baru

Daya beli masyarakat belakangan ini sering dikabarkan menurun. Isu ini cukup penting lantaran daya beli akan mempengaruhi konsumsi masyarakat yang merupakan motor paling besar dari pertumbuhan ekonomi yakni sekitar 50-60%.

Menteri Keuangan Indonesia era 2013-2014 Muhammad Chatib Basri juga melihat adanya penurunan daya beli khususnya di masyarakat pendapatan kelas menengah. Hal itu diakibatkan belum pulihnya aktivitas bisnis.

Namun kondisi ini menurutnya tak perlu dikhawatirkan. Sebab penurunan daya beli di masyarakat kelas menengah membutuhkan waktu untuk mempengaruhi konsumsi. Penyebabnya adalah gengsi.

"Orang kalau sudah sering makan enak untuk sekali saja makan makanan nggak enak butuh waktu. Jadi konsumsi bukan hanya tergantung pendapatan, tapi dari pola konsumsi kita di masa lalu," ujarnya.

Saat ini memang diakuinya terjadi penurunan daya beli. Namun Chatib memprediksi pengaruhnya terhadap konsumsi baru terasa sekitar 2-3 tahun.

"Jadi konsumsi baru akan turun mungkin makan waktu 2-3 tahun. Orang itu gampang kaya maknanya ada OKB (orang kaya baru), tapi sulit untuk miskin. Itu karena dia akan maintenance biar kelihatan kaya terus, padahal pendapatannya turun," terangnya.

Bukti dari gengsi masyarakat kelas menengah Indonesia untuk menjaga citranya sebagai OKB adalah berkurangnya tabungan Rp 100 juta ke bawah di perbankan.

"Saving Rp 100 juta itu turun. Jadi dia ambil tabungannya untuk maintenance konsumsinya," tutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar