Kamis, 12 Desember 2019

Tiap Detik, Ada 110 Orang di Jepang yang Naik Turun Kereta

Indonesia baru mengoperasikan kereta bawah tanah MRT pertamanya pada Maret 2019 ini. Tapi Negeri Sakura Jepang telah lebih dulu melakukannya sejak 90 tahun lalu.

Hal ini menegaskan kehebatan Jepang dalam infrastruktur dan pengoperasian perkeretaapian di dunia. Fakta itu dituturkan oleh pihak Tokyo Metro saat rombongan MRT Fellowship 2019 berkunjung ke kantornya, Selasa (10/12/2019).

"Tokyo Metro telah ada sejak tahun 1920, lebih dari 90 tahun yang lalu," ujar Kimura Naoto selaku Direktur Departemen Hubungan Internasional Pusat Pelatihan Tokyo Metro pada rombongan.

Sebagai salah satu operator kereta terbesar di Jepang saat ini, Tokyo Metro sanggup mengangkut hingga 7,58 juta penumpang per hari di 9 rute atau jalur pengoperasiannya.

Total, mereka memiliki 195,1 Km rute yang tersebar seantero Tokyo. Apabila digabung dengan jalur partner mereka, jumlah panjangnya dapat mencapai 550 km.

Bukan hanya panjang relnya yang melingkupi Tokyo dan sekitarnya, Tokyo Metro juga memiliki 179 stasiun. Namun, kehebatan mereka jauh lebih teruji lewat jumlah penumpang yang berhasil mereka angkut per hari.

"Pengguna Tokyo Metro 7,58 juta per hari. Ada 110 orang per detik yang naik turun kereta," ujar Kimura.

Keberhasilan Tokyo Metro dalam memindahkan pengguna transportasi umum ke kereta pun tak lepas dari perencanaan lapangan mereka yang matang. Fakta menarik lainnya, Tokyo Metro juga mudah dicapai dari sejumlah lokasi strategis Tokyo.

"Minimal dalam waktu 10 menit ada stasiun," ujar Kimura.

Dengan panjang rel yang mencapai ratusan Km, ratusan stasiun dan etos kerja yang profesional, Jepang telah disebut berhasil dalam mengurai kemacetan di Tokyo khususnya melalui operator Tokyo Metro. Tentu hal ini jadi pembelajaran bagi operator kereta di Indonesia, khususnya DKI Jakarta.

Kapan Naik Transportasi Umum di Jakarta Cuma Pakai 1 Kartu?

Kartu perjalanan sejumlah transportasi umum di Jakarta yang disediakan pemerintah masih belum bisa digunakan untuk seluruh moda. Misalnya saja, kartu keluaran PT Kereta Api Indonesia/KAI (Persero) tak bisa digunakan untuk Transjakarta, maupun MRT.

Untuk itu, PT KAI dan PT MRT Jakarta (Perseroda) akan membentuk perusahaan baru (New Co) sebagai joint venture vehicle integrasi transportasi Jadebotabek. Otoritas perusahaan tersebut akan dipegang oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan bahwa program pertama yang akan dilakukan oleh perusahaan tersebut yakni menciptakan sebuah kartu perjalanan yang dapat digunakan untuk segala transportasi umum seperti Transjakarta, Kereta Commuter Indonesia (KCI), MRT, dan angkutan umum mikrotrans Jak Lingko.

"Angkutan umum bisa pakai kartu dan bisa pindah ke transportasi lainnya, misalnya pakai Transjakarta, bisa pindah-pindah dengan mudah. Tapi tidak bisa dengan KRL (KCI). Sekarang dengan integrasi ini maka rakyat bisa gunakan satu kartu untuk KRL, Transjakarta, dan angkutan umum," kata Anies usai menghadiri acara Apresiasi dan Penghargaan Zona Integritas 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Namun, Anies belum bisa mengungkapkan kapan kartu tersebut dapat diluncurkan. "Nanti ya kalau itu," ujarnya.

Selain program kartu integrasi tersebut, New Co ini juga akan membangun sarana integrasi antara Transjakarta dengan KRL. Sehingga, bus-bus Transjakarta bisa langsung mengakses stasiun-stasiun KRL dan kereta bandara.

"Jadi joint venture-nya itu Pemprov diwakili MRT, pemerintah pusat diwakili KAI. Lalu bentuk joint venture yang akan kelola KRL, akan kelola stasiun-stasiunnya dan juga kereta bandara. Jadi nanti stasiun itu bisa bus masuk ke dalam sehingga tidak macet. Jadi ini terintegrasi," jelas Anies.

Lagi-lagi, ia belum mau mengungkapkan stasiun KRL yang bakal menjadi lokasi utama dibangunnya integrasi dengan Transjakarta. "Nanti ya, nanti," tutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar