Rabu, 11 Desember 2019

Onsen, Mandi Telanjang Bersama, dan Yakuza

Onsen di Jepang tak sekadar pemandian air panas. Ada filosofi mandi telanjang sampai-sampai urusan yakuza. Penasaran?

Onsen merupakan tempat pemandian air panas khas Jepang. Onsen mudah ditemukan, tak ayal Jepang punya 3.000 sumber mata air panas alami!

Onsen punya satu aturan khusus yang harus ditaati, baik oleh warga Jepang sendiri maupun oleh turis. Mandi di onsen, harus telanjang dan bersama orang lain.

Mandi telanjang bersama itu pun tak sekadar mandi. Namun hal tersebut menyimpan suatu filosofi.

Filosofinya adalah hadaka no tsukiai yang punya arti hubungan telanjang atau hubungan terbuka. Filosofi tersebut punya arti, ketika telanjang tanpa sehelai benang di tubuh maka tidak ada status kedudukan atau jabatan. Alias, semua orang sama!

Tidak ada bos dan anak buah, tidak ada si kaya dan si miskin, dan lainnya. Saat telanjang bersama, maka semua orang punya derajat yang sama.

Budaya mandi telanjang di onsen pun sudah berlangsung dari ratusan tahun silam dan masih diteruskan hingga kini. Tapi tenang, pemandian untuk pria dan wanita dipisah kok!

Kemudian, ada satu hal penting lainnya soal onsen. Kebanyakan onsen menolak pengunjung yang bertato, atau bagi yang punya tato harus diplester untuk menutupi tatonya.

Sebab, tato dipandang miring oleh orang-orang Jepang. Apalagi, tato sudah jadi ciri khas bagi yakuza, kelompok gengster ala Jepang yang paling ditakuti.

Namun namanya gengster, kelompok yakuza pun bisa saja menyewa satu onsen. Usut punya usut, onsen nyatanya dinilai sebagai tempat paling sempurna untuk bertemu sesama anggota yakuza.

Anggota-anggota yakuza biasa bertemu di onsen. Sebabnya di dalam onsen, anggota lainnya bisa mengenali dengan siapa mereka berurusan melalui tato pada tubuh.

Alasan penting lain mengapa mereka bertemu di onsen adalah karena tiada senjata tersembunyi, mengingat semua orang telanjang.

Masalah Jepang di Masa Depan: Banyakan Rumah ketimbang Orang

 Jepang punya masalah berupa laju pertumbuhan penduduk yang sedikit. Artinya, di masa depan ada potensi lebih banyak rumah di Jepang ketimbang orangnya.

Dilansir dari BBC, Selasa (5/11/2019), kini 20 persen penduduk Jepang berusia 70 tahun dengan tingkat kelahiran yang menurun. Di masa depan nanti, Jepang bakal menghadapi masalah properti yang membuat rumah-rumah di sana lebih banyak dibanding penduduknya.

Penurunan populasi dialami beberapa negara, termasuk Negeri Sakura. Pada tahun 2018 lalu Jepang mencatatkan jumlah kelahiran bayi terendahnya sepanjang abad ke-20.

Proses regenerasi yang menjadi masalah di Jepang diikuti oleh masalah properti. Masalah properti itu disebut 'akiya', yakni rumah-rumah yang ditinggalkan tanpa pewaris atau tidak ada penyewa baru.

Di tahun 2018, 13,6 persen rumah-rumah di Jepang terdaftar sebagai 'akiya'. Orang-orang Jepang pun menghindari mewarisi rumah-rumah dari orang-orang tuanya karena pajak yang tinggi. Bagi mereka, lebih baik menyewa apartemen dengan harga yang lebih terjangkau.

Rumah-rumah 'akiya' di Jepang tercatat ada di Prefektur Tokyo, Okayama, hingga di Kumamoto di ujung selatan Jepang. Di daerah pedesaan, rumah-rumah kosong yang ditinggalkan pun sangat banyak!

Selain itu, pihak pemerintah Jepang belum punya keputusan soal menanggulangi rumah-rumah 'akiya'. Dihancurkan atau direnovasi? Serta harus izin ke mana jika tak ada ahli waris rumahnya.

Satu-satunya cara (mungkin cara terburuk) adalah membiarkan rumahnya hancur diterjang bencana alam seperti banjir atau kena angin topan. Sebabnya, kebanyakan rumah yang ditinggalkan masih memakai arsitektur zaman dulu berupa dari kayu.

Pemerintah Jepang sebenarnya juga sudah mengakali rumah-rumah kosong misalnya memberi tunjangan tambahan, pajak yang sedikit, dan pemeliharaan rumah. Tapi tampaknya hal itu belum mampu menggoda warganya.

"Angka populasi yang terus menurun akan menimbulkan banyak masalah, seperti banyaknya rumah-rumah kosong. Apalagi dari pedesaan yang anak-anak mudanya pindah ke kota-kota besar di Jepang. Perlu ada soulusi kepada generasi baru nanti dan jangan sampai banyak rumah atau mungkin desa yang kosong karena tak ada penduduknya," kata profesor sains dan teknik dari Universitas Toyo, Chie Nozawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar