Rabu, 09 September 2020

COVID-19 Tak Terkendali, Dokter Paru: Kami Sudah Kelelahan

 Dokter paru termasuk salah satu garda terdepan dalam penanganan wabah Corona. Namun, Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dr Erlina Burhan, mengatakan dokter paru sudah kelelahan dalam menangani kasus Corona. Pasalnya, jumlah dokter paru jika dibandingkan dengan kasus COVID-19 masih jauh dari kata ideal.
"Kita PDPI ini sungguh diminta perannya dan memang harus kita akui bahwa kita memang sudah kelelahan, sebaran dokter paru tidak merata, karena dokter paru ini jumlahnya sedikit, tidak cukup untuk mengatasi kasus COVID-19 yang angkanya terus meningkat," kata dr Erlina dalam konferensi pers PDPI Selasa (8/9/2020).

Sebagai gambaran, dokter paru di Indonesia hingga saat ini hanya sebanyak 1.106. Sementara idealnya, minimal harus ada 2.500 dokter paru di Indonesia.

"Jadi memang hanya 1.106 dokter paru yang sudah disampaikan juga oleh Pak Doni Monardo, mengatakan, ini dokter paru harus dijaga, karena jumlahnya sedikit dan tidak cukup untuk mengatasi COVID-19 yang angkanya terus meningkat," lanjut dr Erlina.

Catatan PDPI terkait dokter paru di beberapa provinsi dengan perbandingan kasus COVID-19 memiliki rentang jumlah yang cukup jauh. Contohnya DKI Jakarta, DKI Jakarta hanya memiliki 187 dokter paru sementara harus menangani 47.397 kasus.

Hal yang sama terjadi di Jawa Barat yang hanya memiliki 130 dokter paru saat menangani 12.709 kasus. Tidak jauh berbeda pada Jawa Tengah yaitu sebanyak 90 dokter paru yang menangani kasus Corona sebanyak 15.615 kasus. Sementara itu kasus COVID-19 yang cukup sulit ditangani di Jawa Timur hanya memiliki 213 dokter paru.

Di Indonesia, Happy Hypoxia pada COVID-19 Sudah Ditemukan Sejak Maret 2020

Gejala happy hypoxia semakin diwaspadai karena bisa berisiko fatal. Alat pulse oximeter yang disebut-sebut bisa mendeteksi dini pun jadi ramai dicari dan harganya melambung tinggi di pasaran.
Perlu diketahui, gejala ini bisa berisiko fatal karena pasien kekurangan kadar oksigen tanpa disadari. Prof Menaldi Rasmin, guru besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) mengingatkan pasien positif Corona tanpa gejala perlu waspada jika memiliki batuk yang menetap. Hal ini disebutnya, bisa menjadi tanda happy hypoxia sudah semakin dekat.

"Batuk yang menetap cepat pertimbangkan happy hypoxia sudah dekat," lanjutnya.

Lalu seberapa umum kasus happy hypoxia terjadi, terutama di Indonesia?
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto menjelaskan laporan awal happy hypoxia mulanya terjadi pada 18,7 persen pasien Corona di Wuhan. Sementara data yang ada pada RS Persahabatan ditemukan 1,7 persen pasien Corona mengalami gejala happy hypoxia.

"Saya punya data sedikit di RS Persahabatan, bahwa dari pasien COVID-19 derajat (kategori) sedang, yang dirawat sekitar 200. Kami temukan ada kejadian hypoxemia tanpa keluhan sesak napas itu sekitar 1,7 persen. Tidak banyak, tetapi ada pasien-pasien yang mengeluh ada terjadi hypoxemia tetapi tidak ada keluhan sesak napas," bebernya dalam konferensi pers PDPI Selasa (8/9/2020).

Senada dengan dr Agus, dr Erlina Burhan, Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PP PDPI) menjelaskan kasus happy hypoxia sudah ditemukan sejak Maret di Indonesia, khususnya di RS Persahabatan.

"Ini sebetulnya di RS Persahabatan kasusnya sudah ada, bulan Maret itu pasien kami yang saturasinya sudah 90 tetapi dia masih berjalan ke kamar mandi, masih menelepon istrinya, masih membaca buku, tidak terlihat sesak, kami juga waktu itu heran, ini pasien hebat banget karena ini kan penyakit baru, pengetahuan kita saat itu masih terbatas tentang COVID-19," kata dr Erlina.
https://cinemamovie28.com/sohees-secretly-private-life-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar