Rabu, 09 September 2020

Di Indonesia, Happy Hypoxia pada COVID-19 Sudah Ditemukan Sejak Maret 2020

Gejala happy hypoxia semakin diwaspadai karena bisa berisiko fatal. Alat pulse oximeter yang disebut-sebut bisa mendeteksi dini pun jadi ramai dicari dan harganya melambung tinggi di pasaran.
Perlu diketahui, gejala ini bisa berisiko fatal karena pasien kekurangan kadar oksigen tanpa disadari. Prof Menaldi Rasmin, guru besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) mengingatkan pasien positif Corona tanpa gejala perlu waspada jika memiliki batuk yang menetap. Hal ini disebutnya, bisa menjadi tanda happy hypoxia sudah semakin dekat.

"Batuk yang menetap cepat pertimbangkan happy hypoxia sudah dekat," lanjutnya.

Lalu seberapa umum kasus happy hypoxia terjadi, terutama di Indonesia?
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto menjelaskan laporan awal happy hypoxia mulanya terjadi pada 18,7 persen pasien Corona di Wuhan. Sementara data yang ada pada RS Persahabatan ditemukan 1,7 persen pasien Corona mengalami gejala happy hypoxia.

"Saya punya data sedikit di RS Persahabatan, bahwa dari pasien COVID-19 derajat (kategori) sedang, yang dirawat sekitar 200. Kami temukan ada kejadian hypoxemia tanpa keluhan sesak napas itu sekitar 1,7 persen. Tidak banyak, tetapi ada pasien-pasien yang mengeluh ada terjadi hypoxemia tetapi tidak ada keluhan sesak napas," bebernya dalam konferensi pers PDPI Selasa (8/9/2020).

Senada dengan dr Agus, dr Erlina Burhan, Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PP PDPI) menjelaskan kasus happy hypoxia sudah ditemukan sejak Maret di Indonesia, khususnya di RS Persahabatan.

"Ini sebetulnya di RS Persahabatan kasusnya sudah ada, bulan Maret itu pasien kami yang saturasinya sudah 90 tetapi dia masih berjalan ke kamar mandi, masih menelepon istrinya, masih membaca buku, tidak terlihat sesak, kami juga waktu itu heran, ini pasien hebat banget karena ini kan penyakit baru, pengetahuan kita saat itu masih terbatas tentang COVID-19," kata dr Erlina.

Bagaimana cara mencegah gejala happy hypoxia?
Selain mewaspadai tanda batuk menetap, dr Erlina menyebut ada beberapa bagian tubuh yang bisa dilihat kondisinya. Termasuk kondisi bibir dan jari-jari.

"Kalau ada pasien-pasien COVID-19 yang diisolasi mandiri dengan gejala, semakin lemah misalnya tetapi tidak sesak, tetapi gejalanya semakin lemah, barangkali bisa juga dilihat bibir atau jari-jarinya kebiruan segera dibawa ke rumah sakit, karena di rumah sakit akan diberikan terapi oksigen," jelas dr Erlina.

Namun, untuk kasus secara umum yang terjadi di Indonesia terkait dengan happy hypoxia, dr Agus menjelaskan belum mendapat laporan terkait hal tersebut. Hal yang pasti, perlu adanya kewaspadaan dan kehati-hatian akan gejala happy hypoxia pada pasien COVID-19.

Picu Efek Samping 'Misterius', Uji Coba Vaksin AstraZeneca Dihentikan

 AstraZeneca menghentikan semua uji klinis tahap III vaksin COVID-19 yang dikembangkan bersama dengan Oxford University di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena salah satu relawan di Inggris mengalami efek samping berupa penyakit aneh yang tidak bisa dijelaskan.
"Sebagai bagian dari pelaksanaan uji coba global secara acak dan terkendali dari vaksin Oxford, berdasarkan standar kali, (maka kami) melakukan penundaan vaksinasi untuk melakukan peninjauan data keamanan vaksin," tulis AstraZeneca dalam pernyataanya yang dikutip dari CNN International, Rabu (9/9/2020).

Penghentian uji klinis ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus yang sama. Meski kabar ini sudah beredar, pihak AstraZeneca tidak mengungkapkan reaksi efek samping seperti apa yang muncul pada pasien.

Perusahaan ini menguji vaksin buatannya di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, Amerika Latin, Eropa, dan Afrika. Mereka juga menegaskan akan terus menyelidiki dan memastikan penyakit yang disebabkan vaksin tersebut.

"Dalam uji coba besar, penyakit akan terjadi secara kebetulan, tetapi harus ditinjau secara independen untuk memeriksanya dengan cepat. Kami berupaya mempercepat peninjauan peristiwa tunggal untuk meminimalkan potensi dampak awal pada jadwa uji coba. Kami berkomitmen terhadap keselamatan peserta kami dan standar perilaku tertinggi dalam percobaan kami," lanjut AstraZeneca.

Sebelumnya, AstraZeneca dan delapan perusahaan lain menandatangani perjanjian terkait persetujuan pemerintah terhadap vaksin. Perjanjian tersebut berisi bahwa perusahaan-perusahaan tersebut sepakat untuk tidak akan meminta persetujuan dini dari pemerintah untuk vaksin buatan mereka.

Delapan perusahaan tersebut adalah CEO AstraZeneca, BioNTech GlaxoSmithKline, Johnson&Johnson, Merck, Moderna, Novavax, Pfizer, dan Sanofi. Perusahaan-perusahaan tersebut berjanji akan menunggu sampai data-data menunjukkan bahwa vaksin buatan mereka potensial dan aman digunakan.
https://cinemamovie28.com/jupiter-ascending/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar